Minggu, 29 Juli 2012

Mari Jaga Keutuhan dan Kesatuan Kita

Mari Jaga Keutuhan dan Kesatuan Kita

"Qiyadatu mukhlishoh wa jundiyatu muthi'ah"
(Pimpinan yang ikhlas dan kader yang loyal)

Kata-kata di atas merupakan salah satu jargon lahir dalam ranah tarbawiyah, menunjukkan salah satu bentuk pola hubungan timbal balik antara para qiyadah dengan para junud. Dalam skala yang paling kecil menunjukkan pola hubungan antara para murobbi dan para mutarobbi.

Keikhlasan qiyadah-lah yang akan menumbuhkan adanya keta'atan dari para junud. Keikhlasan yang tidak hanya keluar dalam tataran verbal semata tapi terlihat dalam tataran 'amal. Dalam cara pandang yang lain, contohnya, keikhlasan tersebut nuansanya akan bisa juga terlihat dalam cara berbicara, cara berpakaian, cara tersenyum bahkan dalam cara memberikan instruksi/arahan, nuansa keikhlasan kentara terasa. Dengan keikhlasan seperti inilah maka para junud merasakan adanya kenyamanan berada dalam arahan dan bimbingan para qo'id tersebut. Kenyamanan inilah yang nantinya menghasilkan sikap keta'atan dari para junud. Dalam kondisi inilah dengan sendirinya sikap tsiqoh akan muncul.

Namun jangan dilupakan pula, sebaik-baiknya taujih adalah taujih robbani. Dengan sendirinya unsur utama tersebut merupakan katalisator dalam pembentukan sikap tsiqoh ini.

Dalam perspektif organisasi, tsiqoh bil jama'ah menduduki tempat yang utama, sekaligus merupakan parameter loyalitas seorang junud. Tsiqoh bil qiyadah merupakan personifikasi sikap tsiqoh bil jama'ah, inilah pemahaman yang selayaknya hadir dalam setiap junud.

…jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (tabayyun) agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya…" (QS.Al Hujurat;6)
Rasulullah SAW marah besar kepada Harits bin Dhirar, ketika Harits bin Dhirar datang menghadap untuk melakukan klarifikasi mengapa utusan Rasulullah SAW tidak kunjung datang untuk mengambil zakat yang terkumpul.

Ternyata sang utusan, Walid bin Uqbah, memang tidak melaksanakan tugasnya dengan amanah, dia memang tidak pernah sampai ke tempatnya Harits bin Dhirar, sebaliknya malahan dia kembali lagi ke Madinah dan sewaktu melaporkan hasil tugasnya kehadapan Rasul, Walid bin Uqbah mengabarkan bahwa Harits bin Dhirar tidak mau memberikan zakat yang telah dijanjikan dan malah mau membunuhnya. Inilah yang menjadi sebab kemarahan Rasulullah SAW kepada Harits bin Dhirar.

Harits bin Dhirar tabayyun langsung ke hadapan Rasul, dengan mengatakan "Wahai Rasulullah, kaum kami telah masuk kedalam Islam dan telah mengumpulkan zakat sebagaimana yang telah engkau perintahkan. Namun sampai dengan waktu yang ditentukan ternyata utusan-mu tidak pernah tiba ke tempat kami untuk mengambil zakat tersebut. Kami takut karena kemarahan Allah dan Rasul-nya yang menyebabkan tidak adanya utusan yang datang ke tempat kami. Karena itulah saya dan pembesar-pembesar kami datang menghadapmu. "

Dan turunlah Al-Hujurat ayat 6 di atas tersebut.

Demikianlah Walid bin Uqbah, seorang sahabat dan kader dakwah pada masa Rasulullah SAW, yang telah mendapatkan kemuliaan dengan menjadi salah seorang utusan Rasulullah SAW, ternyata tidak bisa menunaikan amanah dengan baik, malah melaporkan informasi yang menyesatkan bagi Rasulullah SAW berkaitan dengan Harits bin Dhirar. Allah dan Rasul-Nya yang akan menentukan bagaimana bentuk sanksi yang akan menimpanya.

Harits bin Dhirar, sosok kader dakwah yang lainnya, begitu dia merasakan adanya ketidaksesuaian antara janji yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW dengan kenyataan yang terjadi maka sikap yang diambilnya adalah pertama melakukan instropeksi, bila ada perilaku dia dan kaumnya yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya murka sehingga tidak mengirim utusan sebagai salah satu bentuk sanksi yang diberikan, kedua, kemudian melakukan tabayyun langsung ke hadapan Rasulullah SAW dengan membawa para pembesar di kaumnya untuk menjelaskan keadaan yang sesungguhnya. (Lihat selengkapnya dalam tafsir Ibnu Katsir berkenaan dengan ayat tsb di atas).

Pernah ada satu masa dimana saat itu, informasi-informasi yang berkaitan dengan issue-issue kejama'ahan belum begitu semeluas sekarang ini. Saat itu informasi seputar kejama'ahan hanya berkutat dalam area yang terbatas, dan hanya dinikmati juga oleh orang-orang yang terbatas yaitu para kader dakwah itu sendiri, hal ini merupakan konsekuensi yang wajar karena dakwah saat itu masih mempersiapkan diri, menata diri untuk siap-siap memasuki pintu dakwah berikutnya yang sangat lebar yaitu dakwah kepada masyarakat dalam era keterbukaan (jahriyatu jamahiriyyah da'wah).

Dalam hal pengelolaan informasi, struktur saluran informasi yang tercipta saat itu bisa menghasilkan sterilisasi informasi dari unsur-unsur pengotor. Sehingga informasi kejama'ahan yang beredar bersih, terang dan shohih. Pola khas-nya adalah bottom up atau top down (vertical).

Karena tuntutan keniscayaan dakwah inilah, maka akhirnya tarbiyah memasuki masa keterbukaannya. Tarbiyah dalam era kekinian sebagai konsekuensinya menghadapi kenyataan bahwa betapa informasi, isu-isu seputar tarbiyah dan kejama'ahan begitu banyak berserakan dimana-mana. Saking berserakannya, maka menjadikan kita begitu mudah untuk mengambilnya. Saking berserakannya, maka timbul kesamaran mana informasi yang wadhih dan shohih, dan mana informasi yang menyesatkan. Konsumennya pun menjadi tidak semata-mata para kader saja bahkan masyarakat luas pun bisa menikmatinya. Informasi itu bisa datang dari samping kiri atau kanan kita. Tanpa kita mencaripun, tanpa menyengajapun, kita akan menemuinya.

Bila masa itu telah tiba, dimana para kader kadang mudah terprovokasi dengan pelbagai informasi yang diterima dari kanan atau kirinya. Tanpa menyadari (karena kemasan yang begitu baik, begitu ngikhwah, begitu *ks) bahwa diantara sekian informasi yang diterima itu boleh jadi ada yang sebagian dilontarkan oleh pihak yang membenci dakwah ini, memusuhi, bercita-cita agar dakwah ini hancur. Maka lunturlah ketsiqohan, terkikislah keta'atan. Persis seperti apa yang Allah gambarkan dalam ayat-Nya di atas.

Ikhtisar, Ingatlah kita semua adalah junud dalam dakwah ini, inilah saatnya kita menunjukkan sikap dan perilaku kita sebagai kader sejati. Kewajiban kitalah untuk mengawal jalannya kereta dakwah ini, karenanya kita harus tsiqoh kepada dakwah ini, tsiqoh kepada jama'ah ini, sikap kita :
1.Tolaklah lebih dulu, berilah pembelaan dakwah, bila menemui adanya informasi yang 'miring' , jangan terburu atau terpengaruh untuk ikut-ikutan membenarkan.
2.Ruju' kepada murobbi, tanyakanlah hal ihwal permasalahan ini kepada murobbi, bila ybs tidak bisa memberikan penjelasan, pasti ybs akan menanyakannya pula kepada murobbinya. Inilah salah satu saluran informasi yg bersih itu.
3.Simaklah bayanat yang di keluarkan oleh struktur, namun perlu diingat tidak setiap permasalahan memerlukan bayanat. Ada skala prioritas. Inilah saluran informasi bersih lainnya.

Wallahu a'la

Ibnu Taimiyah Membungkam Wahhabi # 1 (tulisan ini dihadirkan, untuk sekeder membangun second opinion terhadap sekelompok orang yang mengatasnamakan gerakan dakwahnya dengan SALAFI. mereka dengan membabi-buta mengkafirkan dan mengatakan sesat para ulama2 dan tokoh2 pergerakan dakwah islam selain dari kelompoknya, juga dengan mudahnya mengatakan dan menuduh kelompok2 / ormas / parpol / harokah islam lainnya, dengan bid'ah) -> jadi, hanya mereka yang BENAR islamnya. ---###--- Belakangan ini kata ‘salaf’ semakin populer. Bermunculan pula kelompok yang mengusung nama salaf, salafi, salafuna, salaf shaleh dan derivatnya. Beberapa kelompok yang sebenarnya berbeda prinsip saling mengklaim bahwa dialah yang paling sempurna mengikuti jalan salaf. Runyamnya jika ternyata kelompok tersebut berbeda dengan generasi pendahulunya dalam banyak hal. Kenyataan ini tak jarang membuat umat islam bingung, terutama mereka yang masih awam. Lalu siapa pengikut salaf sebenarnya? Apakah kelompok yang konsisten menapak jejak salaf ataukah kelompok yang hanya menggunakan nama salafi? Tulisan ini mencoba menjawab kebingungan di atas dan menguak siapa pengikut salaf sebenarnya. Istilah salafi berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu. Menurut ahlussunnah yang dimaksud salaf adalah para ulama’ empat madzhab dan ulama sebelumnya yang kapasitas ilmu dan amalnya tidak diragukan lagi dan mempunyai sanad (mata rantai keilmuan) sampai pada Nabi SAW. Namun belakangan muncul sekelompok orang yang melabeli diri dengan nama salafi dan aktif memakai nama tersebut pada buku-bukunya. Kelompok yang berslogan “kembali” pada Al Qur’an dan sunnah tersebut mengaku merujuk langsung kepada para sahabat yang hidup pada masa Nabi SAW, tanpa harus melewati para ulama empat madzhab. Bahkan menurut sebagian mereka, diharamkan mengikuti madzhab tertentu. Sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz dalam salah satu majalah di Arab Saudi, dia juga menyatakan tidak mengikuti madzhab Imam Ahmad bin Hanbal.Pernyataan di atas menimbulkan pertanyaan besar di kalangan umat islamyang berpikir obyektif. Sebab dalam catatan sejarah,ulama-ulama besar pendahulu mereka adalah penganut madzhab Imam Ahmad bin Hanbal. Sebut saja Syekh Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Rajab, Ibnu Abdil Hadi, Ibnu Qatadah, kemudian juga menyusul setelahnya Al Zarkasyi, Mura’i, Ibnu Yusuf, Ibnu Habirah, Al Hajjawiy, Al Mardaway, Al Ba’ly, Al Buhti dan Ibnu Muflih. Serta yang terakhir Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab beserta anak-anaknya, juga mufti Muhammad bin Ibrahim, dan Ibnu Hamid. Semoga rahmat Allah atas mereka semua. Ironis sekali memang, apakah berarti Imam Ahmad bin Hanbal dan para imam lainnya tidak berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah? Sehingga kelompok ini tidak perlu mengikuti para pendahulunya dalam bermadzhab?. Apabila mereka sudah mengesampingkan kewajiban bermadzhab dan tidak mengikuti para salafnya, layakkah mereka menyatakan dirinya salafy? Aksi Manipulasi Mereka Terhadap Ilmu Pengetahuan Belum lagi aksi manipulasi mereka terhadap ilmu pengetahuan. Mereka memalsukan sebagian dari kitab kitab karya ulama’ salaf. Sebagai contoh, kitab Al Adzkar karya Imam Nawawi cetakan Darul Huda, Riyadh,1409 H, yang ditahqiq oleh Abdul Qadir Asy Syami. Pada halaman 295, pasal tentang ziarah ke makam Nabi SAW, dirubah judulnya menjadi pasal tentang ziarah ke masjid Nabi SAW. Beberapa baris di awal dan akhir pasal itu juga dihapus. Tak cukup itu, mereka juga dengan sengaja menghilangkan kisah tentang Al Utbiy yang diceritakan Imam Nawawi dalam kitab tersebut. Untuk diketahui, Al Utbiy (guru Imam Syafi’i) pernah menyaksikan seorang arab pedalaman berziarah dan bertawassul kepada Nabi SAW. Kemudian Al Utbiy bermimpi bertemu Nabi SAW, dalam mimpinya Nabi menyuruh memberitahukan pada orang dusun tersebut bahwa ia diampuni Allah berkat ziarah dan tawassulnya. Imam Nawawi juga menceritakan kisah ini dalam kitab Majmu’ dan Mughni. Pemalsuan juga mereka lakukan terhadap kitab Hasyiah Shawi atas Tafsir Jalalain dengan membuang bagian-bagian yang tidak cocok dengan pandangannya. Hal itu mereka lakukan pula terhadap kitab Hasyiah Ibn Abidin dalam madzhab Hanafi dengan menghilangkan pasal khusus yang menceritakan para wali, abdal dan orang-orang sholeh. Ibnu Taymiyah Vs Wahhaby Parahnya, kitab karya Ibnu Taimiyah yang dianggap sakral juga tak luput dari aksi mereka. Pada penerbitan terakhir kumpulan fatwa Syekh Ibnu Taimiyah, mereka membuang juz 10 yang berisi tentang ilmu suluk dan tasawwuf. (Alhamdulilah, penulis memiliki cetakan lama) Bukankah ini semua perbuatan dzalim? Mereka jelas-jelas melanggar hak cipta karya intelektual para pengarang dan melecehkan karya-karya monumental yang sangat bernilai dalam dunia islam. Lebih dari itu, tindakan ini juga merupakan pengaburan fakta dan ketidakjujuran terhadap dunia ilmu pengetahuan yang menjunjung tinggi sikap transparansi dan obyektivitas. Mengikuti salaf? Berikut ini beberapa hal yang berkaitan dengan masalah tasawwuf, maulid, talqin mayyit, ziarah dan lain-lain yang terdapat dalam kitab-kitab para ulama pendahulu wahhabi. Ironisnya, sikap mereka sekarang justru bertolak belakang dengan pendapat ulama mereka sendiri. Pertama, tentang tasawuf. Dalam kumpulan fatwa jilid 10 hal 507 Syekh Ibnu Taimiyah berkata, “Para imam sufi dan para syekh yang dulu dikenal luas, seperti Imam Juneid bin Muhammad beserta pengikutnya, Syekh Abdul Qadir al-Jailani serta lainnya, adalah orang-orang yang paling teguh dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Syekh Abdul Qadir al-Jailani, kalam-kalamnya secara keseluruhan berisi anjuran untuk mengikuti ajaran syariat dan menjauhi larangan serta bersabar menerima takdir Allah. Dalam “Madarijus salikin” hal. 307 jilid 2 Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Agama secara menyeluruh adalah akhlak, barang siapa melebihi dirimu dalam akhlak, berarti ia melebihi dirimu dalam agama. Demikian pula tasawuf, Imam al Kattani berkata, “Tasawwuf adalah akhlak, barangsiapa melebihi dirimu dalam akhlak berarti ia melebihi dirimu dalam tasawwuf.” Muhammad bin Abdul Wahhab berkata dalam kitab Fatawa wa Rosail hal. 31 masalah kelima. “Ketahuilah -mudah-mudahan Allah memberimu petunjuk – Sesungguhnya Allah SWT mengutus Nabi Muhammad dengan petunjuk berupa ilmu yang bermanfaat dan agama yang benar berupa amal shaleh. Orang yang dinisbatkan kepada agama Islam, sebagian dari mereka ada yang memfokuskan diri pada ilmu dan fiqih dan sebagian lainnya memfokuskan diri pada ibadah dan mengharap akhirat seperti orang-orang sufi. Maka sebenarnya Allah telah mengutus Nabi-Nya dengan agama yang meliputi dua kategori ini (Fiqh dan tasawwuf)”. Demikianlah penegasan Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab bahwa ajaran tasawuf bersumber dari Nabi SAW. Kedua, mengenai pembacaan maulid. Dalam kitab Iqtidha’ Sirathil Mustaqim “Di dalam kitab beliau, Iqtidha’ as-Shiratil Mustaqim, cetakan Darul Hadis, halaman 266, Ibnu Taimiyah berkata, Begitu juga apa yang dilakukan oleh sebahagian manusia samada menyaingi orang Nasrani pada kelahiran Isa عليه السلام, ataupun kecintaan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dan mengagungkan baginda, dan Allah mengurniakan pahala kepada mereka atas kecintaan dan ijtihad ini…” Seterusnya beliau nyatakan lagi : “Ia tidak dilakukan oleh salaf, tetapi ada sebab baginya, dan tiada larangan daripadanya.” Kita pula tidak mengadakan maulid melainkan seperti apa yang dikatakan oleh Ibn Taimiyah sebagai: “Kecintaan kepada Nabi dan mengagungkan baginda.” Ketiga, tentang hadiah pahala Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa barang siapa mengingkari sampainya amalan orang hidup pada orang yang meninggal maka ia termasuk ahli bid’ah. Dalam Majmu’ fatawa juz 24 hal 306 ia menyatakan, “Para imam telah sepakat bahwa mayit bisa mendapat manfaat dari hadiah pahala orang lain. Ini termasuk hal yang pasti diketahui dalam agama islam dan telah ditunjukkan dengan dalil kitab, sunnah dan ijma’ (konsensus ulama’). Barang siapa menentang hal tersebut maka ia termasuk ahli bid’ah”. Lebih lanjut pada juz 24 hal 366 Ibnu Taimiyah menafsirkan firman Allah “dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS an-Najm [53]: 39) ia menjelaskan, Allah tidak menyatakan bahwa seseorang tidak bias mendapat manfaat dari orang lain, Namun Allah berfirman, seseorang hanya berhak atas hasil usahanya sendiri. Sedangkan hasil usaha orang lain adalah hak orang lain. Namum demikian ia bisa memiliki harta orang lain apabila dihadiahkan kepadanya. Begitu pula pahala, apabila dihadiahkan kepada si mayyit maka ia berhak menerimanya seperti dalam solat jenazah dan doa di kubur. Dengan demikian si mayit berhak atas pahala yang dihadiahkan oleh kaum muslimin, baik kerabat maupun orang lain” Dalam kitab Ar-Ruh hal 153-186 Ibnul Qayyim membenarkan sampainya pahala kepada orang yang telah meninggal. Bahkan tak tangung-tanggung Ibnul Qayyim menerangkan secara panjang lebar sebanyak 33 halaman tentang hal tersebut Keempat, masalah talqin. Dalam kumpulan fatwa juz 24 halaman 299 Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa sebagian sahabat Nabi SAW melaksanakan talqin mayit, seperti Abu Umamah Albahili, Watsilah bin al-Asqa’ dan lainnya. Sebagian pengikut imam Ahmad menghukuminya sunnah. Yang benar, talqin hukumnya boleh dan bukan merupakan sunnah. (Ibnu Taimiyah tidak menyebutnya bid’ah) Dalam kitab AhkamTamannil Maut Muhammad bin Abdul Wahhab juga meriwayatkan hadits tentang talqin dari Imam Thabrani dalam kitab Al Kabir dari Abu Umamah. Kelima, tentang ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW. Dalam qasidah Nuniyyah (bait ke 4058) Ibnul Qayyim menyatakan bahwa ziarah ke makam Nabi SAW adalah salah satu ibadah yang paling utama “Diantara amalan yang paling utama dalah ziarah ini. Kelak menghasilkan pahala melimpah di timbangan amal pada hari kiamat”. Sebelumnya ia mengajarkan tata cara ziarah (bait ke 4046-4057). Diantaranya, peziarah hendaklah memulai dengan sholat dua rakaat di masjid Nabawi. Lalu memasuki makam dengan sikap penuh hormat dan takdzim, tertunduk diliputi kewibawaan sang Nabi. Bahkan ia menggambarkan pengagungan tersebut dengan kalimat “Kita menuju makam Nabi SAW yang mulia sekalipun harus berjalan dengan kelopak mata (bait 4048). Hal ini sangat kontradiksi dengan pemandangan sekarang. Suasana khusyu’ dan khidmat di makam Nabi SAW kini berubah menjadi seram. Orang-orang bayaran wahhabi dengan congkaknya membelakangi makam Nabi yang mulia. Mata mereka memelototi peziarah dan membentak-bentak mereka yang sedang bertawassul kepada beliau SAW dengan tuduhan syirik dan bid’ah. Tidakkah mereka menghormati jasad makhluk termulia di semesta ini..? Tidakkah mereka ingat firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. “Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS Al Hujarat, 49: 2-3).

Ibnu Taimiyah Membungkam Wahhabi # 1

(tulisan ini dihadirkan, untuk sekeder membangun second opinion terhadap sekelompok orang yang mengatasnamakan gerakan dakwahnya dengan SALAFI. mereka dengan membabi-buta mengkafirkan dan mengatakan sesat para ulama2 dan tokoh2 pergerakan dakwah islam selain dari kelompoknya, juga dengan mudahnya mengatakan dan menuduh kelompok2 / ormas / parpol / harokah islam lainnya, dengan bid'ah) -> jadi, hanya mereka yang BENAR islamnya.

---###---

Belakangan ini kata ‘salaf’ semakin populer. Bermunculan pula kelompok yang mengusung nama salaf, salafi, salafuna, salaf shaleh dan derivatnya. Beberapa kelompok yang sebenarnya berbeda prinsip saling mengklaim bahwa dialah yang paling sempurna mengikuti
jalan salaf. Runyamnya jika ternyata kelompok tersebut berbeda dengan generasi pendahulunya dalam banyak hal. Kenyataan ini tak jarang membuat umat islam bingung, terutama mereka yang masih awam. Lalu siapa pengikut salaf sebenarnya? Apakah kelompok yang konsisten menapak jejak salaf ataukah kelompok yang hanya menggunakan nama salafi?
Tulisan ini mencoba menjawab kebingungan di atas dan menguak siapa pengikut salaf sebenarnya. Istilah salafi berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu. Menurut ahlussunnah yang dimaksud salaf adalah para ulama’ empat madzhab dan ulama sebelumnya yang kapasitas ilmu dan amalnya tidak diragukan lagi dan mempunyai sanad (mata rantai keilmuan) sampai pada Nabi SAW. Namun belakangan muncul sekelompok orang yang melabeli diri dengan nama salafi dan aktif memakai nama tersebut pada buku-bukunya.
Kelompok yang berslogan “kembali” pada Al Qur’an dan sunnah tersebut mengaku merujuk langsung kepada para sahabat yang hidup pada masa Nabi SAW, tanpa harus melewati para ulama empat madzhab. Bahkan menurut sebagian mereka, diharamkan mengikuti madzhab tertentu. Sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz dalam salah satu majalah di Arab Saudi, dia juga menyatakan tidak mengikuti madzhab Imam Ahmad bin Hanbal.Pernyataan di atas menimbulkan pertanyaan besar di kalangan umat islamyang berpikir obyektif. Sebab dalam catatan sejarah,ulama-ulama besar pendahulu mereka adalah penganut madzhab Imam Ahmad
bin Hanbal. Sebut saja Syekh Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Rajab, Ibnu Abdil Hadi, Ibnu Qatadah, kemudian juga menyusul setelahnya Al Zarkasyi, Mura’i, Ibnu Yusuf, Ibnu Habirah, Al Hajjawiy, Al Mardaway, Al Ba’ly, Al Buhti dan Ibnu Muflih. Serta yang terakhir Syekh Muhammad
bin Abdul Wahhab beserta anak-anaknya, juga mufti Muhammad bin Ibrahim, dan Ibnu Hamid. Semoga rahmat Allah atas mereka semua.
Ironis sekali memang, apakah berarti Imam Ahmad bin Hanbal dan para imam lainnya tidak berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah? Sehingga kelompok ini tidak perlu mengikuti para pendahulunya dalam bermadzhab?. Apabila mereka sudah mengesampingkan kewajiban
bermadzhab dan tidak mengikuti para salafnya, layakkah mereka menyatakan dirinya salafy?

Aksi Manipulasi Mereka Terhadap Ilmu Pengetahuan

Belum lagi aksi manipulasi mereka terhadap ilmu pengetahuan. Mereka memalsukan sebagian dari kitab kitab karya ulama’ salaf. Sebagai contoh, kitab Al Adzkar karya Imam Nawawi cetakan Darul Huda, Riyadh,1409 H, yang ditahqiq oleh Abdul Qadir Asy Syami. Pada halaman 295, pasal tentang ziarah ke makam Nabi SAW, dirubah judulnya menjadi pasal tentang ziarah ke masjid Nabi SAW. Beberapa baris di awal dan akhir pasal itu juga dihapus. Tak cukup itu, mereka juga dengan sengaja menghilangkan kisah tentang Al Utbiy yang diceritakan Imam Nawawi dalam
kitab tersebut. Untuk diketahui, Al Utbiy (guru Imam Syafi’i) pernah menyaksikan seorang arab pedalaman berziarah dan bertawassul kepada Nabi SAW. Kemudian Al Utbiy bermimpi bertemu Nabi SAW, dalam mimpinya Nabi menyuruh memberitahukan pada orang dusun tersebut bahwa ia diampuni Allah berkat ziarah dan tawassulnya. Imam Nawawi juga menceritakan
kisah ini dalam kitab Majmu’ dan Mughni.
Pemalsuan juga mereka lakukan terhadap kitab Hasyiah Shawi atas Tafsir Jalalain dengan membuang bagian-bagian yang tidak cocok dengan pandangannya. Hal itu mereka lakukan pula terhadap kitab Hasyiah Ibn Abidin dalam madzhab Hanafi dengan menghilangkan pasal khusus yang menceritakan para wali, abdal dan orang-orang sholeh.

Ibnu Taymiyah Vs Wahhaby

Parahnya, kitab karya Ibnu Taimiyah yang dianggap sakral juga tak luput dari aksi mereka. Pada penerbitan terakhir kumpulan fatwa Syekh Ibnu Taimiyah, mereka membuang juz 10 yang berisi tentang ilmu suluk dan tasawwuf. (Alhamdulilah, penulis memiliki cetakan lama) Bukankah
ini semua perbuatan dzalim? Mereka jelas-jelas melanggar hak cipta karya intelektual para pengarang dan melecehkan karya-karya monumental yang sangat bernilai dalam dunia islam. Lebih dari itu, tindakan ini juga merupakan pengaburan fakta dan ketidakjujuran terhadap dunia ilmu pengetahuan yang menjunjung tinggi sikap transparansi dan obyektivitas.

Mengikuti salaf?

Berikut ini beberapa hal yang berkaitan dengan masalah tasawwuf, maulid, talqin mayyit, ziarah dan lain-lain yang terdapat dalam kitab-kitab para ulama pendahulu wahhabi. Ironisnya, sikap mereka sekarang justru bertolak belakang dengan pendapat ulama mereka sendiri.

Pertama, tentang tasawuf.
Dalam kumpulan fatwa jilid 10 hal 507 Syekh Ibnu Taimiyah berkata, “Para imam sufi dan para syekh yang dulu dikenal luas, seperti Imam Juneid bin Muhammad beserta pengikutnya, Syekh Abdul Qadir al-Jailani serta lainnya, adalah orang-orang yang paling teguh dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Syekh Abdul Qadir al-Jailani, kalam-kalamnya secara keseluruhan berisi anjuran untuk mengikuti ajaran syariat dan menjauhi larangan serta bersabar menerima takdir Allah.
Dalam “Madarijus salikin” hal. 307 jilid 2 Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Agama secara menyeluruh adalah akhlak, barang siapa melebihi dirimu dalam akhlak, berarti ia melebihi dirimu dalam agama. Demikian pula tasawuf, Imam al Kattani berkata, “Tasawwuf adalah akhlak, barangsiapa melebihi dirimu dalam akhlak berarti ia melebihi dirimu dalam tasawwuf.”
Muhammad bin Abdul Wahhab berkata dalam kitab Fatawa wa Rosail hal. 31 masalah kelima. “Ketahuilah -mudah-mudahan Allah memberimu petunjuk – Sesungguhnya Allah SWT mengutus Nabi Muhammad dengan petunjuk berupa ilmu yang bermanfaat dan agama yang benar berupa amal shaleh. Orang yang dinisbatkan kepada agama Islam, sebagian dari mereka ada yang memfokuskan diri pada ilmu dan fiqih dan sebagian lainnya memfokuskan diri pada ibadah dan mengharap akhirat seperti orang-orang sufi. Maka sebenarnya Allah telah mengutus Nabi-Nya dengan agama yang meliputi dua kategori ini (Fiqh dan tasawwuf)”. Demikianlah penegasan Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab bahwa ajaran tasawuf bersumber dari Nabi SAW.

Kedua, mengenai pembacaan maulid.

Dalam kitab Iqtidha’ Sirathil Mustaqim “Di dalam kitab beliau, Iqtidha’ as-Shiratil Mustaqim, cetakan Darul Hadis, halaman 266, Ibnu Taimiyah berkata, Begitu juga apa yang dilakukan oleh sebahagian manusia samada menyaingi orang Nasrani pada kelahiran Isa عليه السلام, ataupun kecintaan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dan mengagungkan baginda, dan Allah mengurniakan pahala kepada mereka atas kecintaan dan ijtihad ini…” Seterusnya beliau nyatakan lagi : “Ia tidak dilakukan oleh salaf, tetapi ada sebab baginya, dan tiada larangan daripadanya.”

Kita pula tidak mengadakan maulid melainkan seperti apa yang dikatakan oleh Ibn Taimiyah sebagai: “Kecintaan kepada Nabi dan mengagungkan baginda.”

Ketiga, tentang hadiah pahala

Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa barang siapa mengingkari sampainya amalan orang hidup pada orang yang meninggal maka ia termasuk ahli bid’ah. Dalam Majmu’ fatawa juz 24 hal 306 ia menyatakan, “Para imam telah sepakat bahwa mayit bisa mendapat manfaat dari hadiah pahala orang lain. Ini termasuk hal yang pasti diketahui dalam agama islam dan telah ditunjukkan dengan dalil kitab, sunnah dan ijma’ (konsensus ulama’). Barang siapa menentang hal tersebut maka ia termasuk ahli bid’ah”.
Lebih lanjut pada juz 24 hal 366 Ibnu Taimiyah menafsirkan firman Allah “dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS an-Najm [53]: 39) ia menjelaskan, Allah tidak menyatakan bahwa seseorang tidak bias mendapat manfaat dari orang lain, Namun Allah berfirman, seseorang hanya berhak atas hasil usahanya sendiri. Sedangkan hasil usaha orang lain adalah hak orang lain. Namum demikian ia bisa memiliki harta orang lain apabila dihadiahkan kepadanya.
Begitu pula pahala, apabila dihadiahkan kepada si mayyit maka ia berhak menerimanya seperti dalam solat jenazah dan doa di kubur. Dengan demikian si mayit berhak atas pahala yang dihadiahkan oleh kaum muslimin, baik kerabat maupun orang lain” Dalam kitab Ar-Ruh hal 153-186 Ibnul Qayyim membenarkan sampainya pahala kepada orang yang telah meninggal. Bahkan
tak tangung-tanggung Ibnul Qayyim menerangkan secara panjang lebar sebanyak 33 halaman tentang hal tersebut

Keempat, masalah talqin.

Dalam kumpulan fatwa juz 24 halaman 299 Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa sebagian sahabat Nabi SAW melaksanakan talqin mayit, seperti Abu Umamah Albahili, Watsilah bin al-Asqa’ dan lainnya. Sebagian pengikut imam Ahmad menghukuminya sunnah. Yang benar, talqin hukumnya boleh dan bukan merupakan sunnah. (Ibnu Taimiyah tidak menyebutnya bid’ah)
Dalam kitab AhkamTamannil Maut Muhammad bin Abdul Wahhab juga meriwayatkan hadits tentang talqin dari Imam Thabrani dalam kitab Al Kabir dari Abu Umamah.

Kelima, tentang ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW.

Dalam qasidah Nuniyyah (bait ke 4058) Ibnul Qayyim menyatakan bahwa ziarah ke makam Nabi SAW adalah salah satu ibadah yang paling utama “Diantara amalan yang paling utama dalah ziarah ini. Kelak menghasilkan pahala melimpah di timbangan amal pada hari kiamat”. Sebelumnya ia mengajarkan tata cara ziarah (bait ke 4046-4057). Diantaranya, peziarah hendaklah memulai dengan sholat dua rakaat di masjid Nabawi. Lalu memasuki makam dengan sikap penuh hormat dan takdzim, tertunduk diliputi kewibawaan sang Nabi. Bahkan ia menggambarkan pengagungan tersebut dengan kalimat “Kita menuju makam Nabi SAW yang mulia sekalipun harus berjalan dengan kelopak mata (bait 4048).
Hal ini sangat kontradiksi dengan pemandangan sekarang. Suasana khusyu’ dan khidmat di makam Nabi SAW kini berubah menjadi seram. Orang-orang bayaran wahhabi dengan congkaknya membelakangi makam Nabi yang mulia. Mata mereka memelototi peziarah dan membentak-bentak mereka yang sedang bertawassul kepada beliau SAW dengan tuduhan syirik dan bid’ah. Tidakkah mereka menghormati jasad makhluk termulia di semesta ini..? Tidakkah mereka ingat firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras, sebagaimana
kerasnya suara sebagian kamu terhadap yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. “Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa.
Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS Al Hujarat, 49: 2-3).



Ibnu Taimiyah Membungkam Wahhabi # 2

Ibnu Taimiyah Membungkam Wahhabi # 2

Keenam, Ibnu Taimiyah dukung amalan nisfu syaban
IBNU TAIMIYAH MENGKHUSUSKAN AMALAN SOLAT PADA NISFU SYA’BAN & MEMUJINYA
Berkata Ibnu Taimiyah dalam kitabnya berjudul Majmuk Fatawa pada jilid 24 mukasurat 131 mengenai amalan Nisfu Sya’ban teksnya:

إذا صلَّى الإنسان ليلة النصف وحده أو في جماعة خاصة كما كان يفعل طوائف من المسلمين فهو: حَسَنْ

Ertinya: ” Apabila seorang itu menunaikan solat pada malam Nisfu Sya’ban secara individu atau berjemaah secara KHUSUS sepertimana yang dilakukan oleh sebilangan masyarakat Islam maka ianya adalah BAIK “.

IBNU TAIMIYAH MENGKHUSUSKAN AMALAN SOLAT NISFU SYA’BAN KERANA ADA HADITS YG MEMULIAKANNYA
Berkata Ibnu Taimiyah pada kitab Majmuk Fatawa jilid 24 juga pada mukasurat seterusnya 132 teksnya:

وأما ليلة النصف – من شعبان – فقد رُوي في فضلها أحاديث وآثار ، ونُقل عن طائفة من السلف أنهم كانوا يصلون فيها، فصلاة الرجل فيها وحده قد تقدمه فيه سلف وله فيه حجة (( فلا ينكر مثل هذا )) ، أما الصلاة جماعة فهذا مبني على قاعدة عامة في الاجتماع على الطاعات والعبادات

Terjemahan kata Ibnu Taimiyah di atas:
” Berkenaan malam Nisfu Sya’ban maka telah diriwayatkan mengenai kemulian dan kelebihan Nisfu Sya’ban dengan hadith-hadith dan athar, dinukilkan dari golongan AL-SALAF (bukan wahhabi) bahawa mereka menunaikan solat khas pada malan Nisfu Sya’ban, solatnya seseorang pada malam itu secara berseorangan sebenarnya telahpun dilakukan oleh ulama Al-Salaf dan dalam perkara tersebut TERDAPAT HUJJAH maka jangan diingkari, manakala solat secara jemaah (pd mlm nisfu sya’ban) adalah dibina atas hujah kaedah am pada berkumpulnya manusia dalam melakukan amalan ketaatan dan ibadat” .

IBNU TAIMIYAH MENGALAKKAN KITA MENGIKUT AS-SALAF YANG MENGKHUSUSKAN AMALAN PADA NISFU SYA’BAN
Berkata Ibnu Taimiyah dalam kitabnya berjudul Iqtido’ As-sirot Al-Mustaqim pada mukasurat 266 teksnya:

ليلة النصف مِن شعبان. فقد روي في فضلها من الأحاديث المرفوعة والآثار ما يقتضي: أنها ليلة مُفضَّلة. وأنَّ مِن السَّلف مَن كان يَخُصّها بالصَّلاة فيها، وصوم شهر شعبان قد جاءت فيه أحاديث صحيحة. ومِن العلماء من السلف، من أهل المدينة وغيرهم من الخلف: مَن أنكر فضلها ، وطعن في الأحاديث الواردة فيها، كحديث:[إن الله يغفر فيها لأكثر من عدد شعر غنم بني كلب] وقال: لا فرق بينها وبين غيرها. لكن الذي عليه كثيرٌ مِن أهل العلم ؛ أو أكثرهم من أصحابنا وغيرهم: على تفضيلها ، وعليه يدل نص أحمد – ابن حنبل من أئمة السلف – ، لتعدد الأحاديث الواردة فيها، وما يصدق ذلك من الآثار السلفيَّة، وقد روي بعض فضائلها في المسانيد والسنن

Terjemahan kata Ibnu Taimiyah di atas:
((”Malam Nisfu Sya’ban. Telah diriwayatkan mengenai kemuliannya dari hadith-hadith Nabi dan kenyataan para Sahabat yang menjelaskan bahawa ianya adalah MALAM YANG MULIA dan dikalangan ulama As-Salaf yang MENGKHUSUSKAN MALAM NISFU SYA’BAN DENGAN MELAKUKAN SOLAT KHAS PADANYA dan berpuasa bulan Sya’ban pula ada hadith yang sahih. Ada dikalangan salaf, sebahagian ahli madinah dan selain mereka sebahagian dikalangan khalaf yang mengingkarinya kemuliannya dan menyanggah hadith-hadith yang diwaridkan padanya seperti hadith: ‘Sesungguhnya Allah mengampuni padanya lebih banyak dari bilangan bulu kambing bani kalb’ katanya mereka tiada beza dengan itu dengan selainnya, AKAN TETAPI DI SISI KEBANYAKAN ULAMA AHLI ILMU ATAU KEBANYAKAN ULAMA MAZHAB KAMI DAN ULAMA LAIN ADALAH MEMULIAKAN MALAM NISFU SYA’BAN, DAN DEMIKIAN JUGA ADALAH KENYATAAN IMAM AHMAD BIN HAMBAL DARI ULAMA AS-SALAF kerana terlalu banyak hadith yang dinyatakan mengenai kemulian Nisfu Sya’ban, begitu juga hal ini benar dari kenyataan dan kesan-kesan ulama As-Salaf, dan telah dinyatakan kemulian Nisfu Sya’ban dalam banyak kitab hadith Musnad dan Sunan“))
Tamat kenyataan Ibnu Taimiyah dalam kitabnya berjudul Iqtido’ As-sirot Al-Mustaqim pada mukasurat 266.

Ketujuh, Ibnu Taimiyah Bertobat dari aqidah sesat
Syeikhul Islam Imam Al-Hafiz As-Syeikh Ibnu Hajar Al-Asqolany yang hebat dalam ilmu hadith dan merupakan ulama hadith yang siqah dan pakar dalam segala ilmu hadith dan merupakan pengarang kitab syarah kepada Sohih Bukhari berjudul Fathul Bari beliau telah menyatakan kisah taubat Ibnu taimiah ini serta tidak menafikan kesahihannya dan ianya diakui olehnya sendiri dalam kitab beliau berjudul Ad-Durar Al-Kaminah Fi ‘ayan Al-Miaah As-Saminah yang disahihkan kewujudan kitabnya oleh ulama-ulama Wahhabi. Kenyatan bertaubatnya Ibnu Taimiah dari akidah sesat tersebut juga telah dinyatakan oleh seorang ulama sezaman dengan Ibnu Taimiah iaitu Imam As-Syeikh Syihabud Din An-Nuwairy wafat 733H. (Imam Ibnu Hajar Al-Asqolany,kitab : Ad-Durar Al-Kaminah Fi “ayan Al-Miaah As-Saminah cetakan 1414H Dar Al-Jiel juzuk 1 m/s 148, dan Imam As-Syeikh Syihabuddin An-Nuwairy wafat 733H :cetakan Dar Al-Kutub Al-Misriyyah juzuk 32 m/s 115-116 dalam kitab berjudul Nihayah Al-Arab Fi Funun Al-Adab)

Kedelapan, Ibnu Taimiyah Memuji Golongan Islam AL-ASYA’IRAH Manakala Semua Wahhabi Pula Mengkafirkan Al-Asya’irah
Berkata Syeikhul IslamWahhabi Ahmad Bin Taimiyah Al-Harrani mengenai golongan Islam iaitu Al-Asya’irah (teksnya):
”Manakala sesiapa yang melaknat ulama-ulama Al-Asya’irah maka si pelaknat itu hendaklah dihukum ta’zir dan kembali laknat itu kepada sesiapa yang melaknat Al-Asyairah juga sesiapa yang melaknat orang yang bukan ahli untuk dilaknat maka dialah yang perlu dilaknat, ulama adalah pendukong cabangan agama dan AL-ASYA’IRAH PULA ADALAH PENDUKONG DAN PEJUANG ASAS AGAMA ISLAM“.
Demikan kenyataan Ibnu Taimiyah mengenai Al-Asya’irah.

Teks Ibnu Taimiyah tersebut in arabic dalam kitabnya berjudul Majmuk Fatawa pada juzuk 4 mukasurat12:

وأما لعن العلماء لأئمة الأشعرية فمن لعنهم عزر. وعادت اللعنة عليه فمن لعن من ليس أهلاً للعنة وقعت اللعنة عليه. والعلماء أنصار فروع الدين، والأشعرية أنصار أصول الدين

Ke sembilan: Wahaby mensyariatkan Shalat Sunnah Tarawih 8 rekaat, padahal tidak ada satupun Imam Madzab Sunni yang mensyariatkan.

Pendapat jumhur ahlusunnah : mazhab Hanafi, Syafi’e dan Hanbali: 20 rakaat (selain Sholat Witir) berdasarkan ijtihad Sayyiduna Umar bin Khattab. Menurut mazhab Maliki: 36 rakaat berdasarkan ijtihad Khalifah Umar bin Abd al-Aziz. Bahkan Ibnu taymiyah dan ibnu qayyim pun berpendapat bahwa shalat tarawih 20 rekaat.

Sholat Qiyam Ramadhan (sholat pada malam bulan Ramadhan) dinamakan Sholat Tarawih kerana sholat ini panjang dan banyak rakaatnya. Jadi, orang yang mendirikannya perlu berehat. Rehat ini dilakukan selepas mendirikan setiap 4 rakaat, kemudian mereka meneruskannya kembali (sehingga 20 rakaat). Sebab itulah ia dipanggil Sholat Tarawih[4].

Ibn Manzhur menyebutkan di dalam Lisan al-Arab: “ اَلتَّرَاوِيحُ “ adalah jama’ (plural) “ تَرْوِيحَةٌ “, yang bermaksud “sekali istirehat”, seperti juga “ تَسْلِيمَةٌ “ yang bermaksud “sekali salam”. Dan perkataan “Tarawih” yang berlaku pada bulan Ramadhan dinamakan begitu kerana orang akan beristirehat selepas mendirikan 4 rakaat[5].

Menurut pendapat jumhur iaitu mazhab Hanafi, Syafi’e dan Hanbali: 20 rakaat (selain Sholat Witir) berdasarkan ijtihad Sayyiduna Umar bin Khattab. Menurut mazhab Maliki: 36 rakaat berdasarkan ijtihad Khalifah Umar bin Abd al-Aziz. Imam Malik dalam beberapa riwayat memfatwakan 39 rakaat[6]. Walau bagaimana pun, pendapat yang masyhur ialah mengikut pendapat jumhur.

Kesepuluh, Ibnu Taimiyah dan Imam 4 madzab fatwakan khamr NAJIS

Data-data di atas adalah sekelumit dari hasil penelitian obyektif pada kitab-kitab mereka sendiri, sekedar wacana bagi siapa saja yang ingin mencari kebenaran. Mudah mudahan dengan mengetahui tulisan-tulisan pendahulunya, mereka lebih bersikap arif dan tidak arogan dalam menilai kelompok lain. (Ibnu Khariq)

Referensi

- Majmu’ fatawa Ibn Taimiyah
- Qasidah Nuniyyah karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
- Iqtidha’ Shirathil Mustaqim karya Ibn Taimiyah cet. Darul Fikr
- Ar-Ruh karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, cet I Darul Fikr 2003
- Ahkam Tamannil Maut karya Muhammad bin Abdul Wahhab, cet. Maktabah

Saudiyah Riyadh Nasihat li ikhwanina ulama Najd karya Yusuf Hasyim

Ar-Rifa’i

Diambil dari rubrik Ibrah, Majalah Dakwah Cahaya Nabawiy Edisi 60 Th. IV Rabi’ul Awwal 1429 H / April 2008 

LELAH


(seorang yang beraktivitas, tidak hanya butuh untuk mengistirahatkan dirinya, tapi juga hatinya.. Walau sejenak, RosuluLLoh SholaLLohu 'Alaihi Wa Sallam menganjurkan kita untuk duduk sejenak menata iman kita kembali)

26 Januari 2010


Kalau lelah, lantaran langkah..
Bersimpuh jiwa, menata hati..

Biarlah tergantung, asa dambaan..
Masih mencoba, menggamit mimpi..

Ada hati, berlimpah cinta..
Mengapa tangis, tak juga reda..

Kalau lelah, lantaran langkah..
Bersimpuh diri, tenangkan hati..

Yakin pelangi, hadir kembali..
Terbanglah tinggi, asa terpatri.

BUKAN ITU

~ Mencoba tuk mengungkapkan, apa yang hati ini rasakan, memang tak semudah membalikan telapak tangan~ (Dado Binagama)

---)|(---

Jangan pedulikan apa yang orang katakan,
Karena dia tidak mengenalmu, lebih dari aku mengenalmu..

Bagiku, kau adalah pribadi hari ini,
Karena hari ini, kau adalah bukan yang dulu..

Jangan pusingkan penilaian orang,
Karena itu, sama sekali tidak menggangguku..

Bagiku, kau adalah hati hari ini,
Karena itu, yang sungguh ku harapkan darimu..

Jangan khawatirkan itu,
Karena, bukan itu yang ku inginkan..

Bagiku, semua yang lalu biarkanlah,
Karena, itu tak lagi penting bagimu..

Jangan biarkan semua berlalu tanpa makna..
Jangan biarkan semua kembali tanpa tanya..

Kau, adalah cinta hari ini, dan asa masa depan..

© Februari 2010 (Abu Fauzan)

Minggu, 08 April 2012

Apa dan Bagaimana Al-Quran Terjemah dan Tafsir Perkata Itu*

​Oleh Chandra Kurniawan



Judul : Al-Qur?an Terjemah dan Tafsir Per Kata

Ukuran :A4 (21 x 29,7 cm)

Kertas : Quran Paper Premium

Penerbit : Pondok Yatim Al-Hilal dan Penerbit Jabal

Cetakan : 2011

Tebal : IX + 623 halaman

Harga : Rp. 99.000,-

*Tulisan ini dimuat di http://media.kompasiana.com/buku/2011/09/15/resensi-al-qur%E2%80%99an-terjemah-dan-tafsir-per-kata/


Al-Qur?an adalah bacaan yang paling sempurna. Darinya terkandung mukjizat Ilahi, keindahan sastrawi, dan kumpulan makna yang hakiki. Para pembacanya akan menyelami lautan ilmu dan samudera cahaya petunjuk dari Allah Swt. Mereka akan diarahkan untuk memfungsikan dua unsur sekaligus; akal dan hati, pikir dan dzikir, serta ilmu dan keimanan.

Langkah pertama untuk mempelajari Al-Qur?an adalah dengan membacanya, dan untuk sampai pada pengamalan Al-Qur?an, harus disertai dengan pemahaman dan pengaplikasian.

Bagi orang yang tidak memahami bahasa Al-Qur?an, terjemah merupakan salah satu pintu untuk memasuki pemahaman. Dengan terjemah, kita akan mengetahui maksud dari ayat yang dibaca. Akan tetapi terjemah saja tidak cukup karena ada kata yang memerlukan penjelasan untuk sampai kepada maksud yang dituju. Al-Qur?an Terjemah dan Tafsir Per Kata ini memberikan penjelasan singkat, padat, dan memadai untuk sampai kepada makna yang dimaksud dari ayat-ayat Al-Qur?an. Penjelasan yang dimaksud bersumber dari Tafsir Ibnu Katsir. Tafsir ini telah diakui oleh para ulama dari berbagai mazhab. Hal ini dikarenakan pendekatan Tafsir Ibnu Katsir yang mencakup riwayah dan dirayah. Yakni menafsirkan ayat Al-Qur?an dengan ayat Al-Qur?an, kemudian dengan hadits-hadits Nabi.

Contohnya dalam surat Al-Fatihah ayat 7, kata Al-Maghdub yang diterjemahkan menjadi ?mereka yang dimurkai? menurut Tafsir Ibnu Katsir adalah orang Yahudi, sedangkan Adh-Dhaallin atau ?mereka yang sesat? adalah orang Nashrani. Penjelasan Ibnu Katsir ini berdasarkan pada hadits Nabi.

Arti Qalil secara umum adalah ?sedikit?. Namun, setelah disesuaikan dengan konteks ayat, bisa mengandung arti jumlah (sedikit), atau menunjukkan rentang waktu (sebentar). Seperti yang tergambar dalam ayat: ?Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar (qaliila) saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui.? (QS. Al-Mukminun: 114) ?Serta memberi sedikit (qaliila) dan tidak mau memberi lagi.? (QS. An-Najm: 34)

Pada surat Al-Insan ayat 27, yauman tsaqila diterjemahkan menjadi ?hari yang berat?. Menurut Ibnu Katsir, yang dimaksud dengan ?hari yang berat? adalah hari akhirat. Dalam surat An-Nur ayat 54, kalimat ?taatlah kalian kepada Allah? dan ?taatlah kalian kepada Rasul?, menurut Tafsir Ibnu Katsir artinya adalah ?berpegang teguh kepada Al-Qur?an? dan ?menjalankan sunnah Rasulullah Saw.?

Contoh yang lain lagi misalnya, dalam surat Az-Zukhruf ayat 22 tidak disebutkan siapa nama bapak Nabi Ibrahim, dijelaskan dalam Tafsir Ibnu Katsir bahwa namanya adalah Azzar. Begitupun pada surat Al-Anbiya ayat 87, Dzun Nun menurut Tafsir Ibnu Katsir adalah Nabi Yunus As.

Dan, masih banyak contoh-contoh menarik lainnya yang terdapat dalam Al-Qur?an ini. Oleh karena itu, Al-Qur?an Terjemah dan Tafsir Per Kataini bukan hanya terjemah per kata saja, akan tetapi merupakan tafsir per kata.

Selain terjemah dan tafsir per kata, Al-Qur?an ini juga memiliki keistimewaan dalam catatan kaki yang merujuk pada Tafsir Ibnu Katsir. Kata atau kalimat yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut dibahas di catatan kaki ayat yang dimaksud, sehingga hal ini sangat memudahkan pembaca untuk mendapatkan kandungan makna yang sesungguhnya.

Keistimewaan keempat terletak pada Asbabun Nuzul atau latar belakang turunnya ayat Al-Qur?an. Asbabun Nuzul ini bersumber dari kitab karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Beliau merupakan seorang ulama terkenal yang sangat ahli di bidangnya. Dengan mengetahui sebab-sebab turunnya ayat, pembaca akan lebih mudah memahami maksud, tujuan serta asal muasal turunnya ayat tersebut.

Dengan menggabungkan empat keistimewaan, Al-Qur?an Terjemah dan Tafsir Per Kata ini memiliki keunikan tersendiri di banding Al-Qur?an yang lain.

Yang tidak kalah penting adalah bahwa salah satu tujuan penerbitan Al-Qur?an ini adalah pengumpulan dana untuk pondok yatim. Al-Qur?an ini diterbitkan oleh Pondok Yatim Al Hilal bekerjasama dengan Penerbit Jabal. Semua (100%) keuntungan digunakan untuk kegiatan pondok yatim. Sehingga pembeli selain mendapatkan keuntungan menikmati Al-Qur?an juga Insya Allah mendapat pahala menyantuni anak yatim

dikutip dari http://penerbitbukujabal.com/read/24-apa_dan_bagaimana_al-quran_terjemah_dan_tafsir_perkata_itu

Bahaya Penyakit Futur bagi Penulis


Oleh Chandra Kurniawan

Ada sebuah istilah dalam terminologi dakwah yang menggambarkan fenomena lesu dakwah yaitu futur. Dalam bahasa aslinya sendiri salah satu makna futur adalah ?berhenti setelah sebelumnya bergerak?. Bentuknya bisa banyak, malas atau lalai melaksanakan kewajiban atau tidak lagi sensitif terhadap maksiat. Kewajiban yang dilalaikan bisa yang fardhi (shalat tepat waktu, dzikir, membaca Al Qur?an hingga ibadah-ibadah sunat lainnya) atau yang bersifat jama?i (amalan yang bersifat kemasyarakatan, seperti mengajak masyarakat berbuat baik dan mencegah kemungkaran)

Bagi seorang penulis, bisa juga mengalami penyakit futur ini. Setelah sebelumnya begitu bersemangat dalam menulis, sedikit demi sedikit produktivitasnya menurun, bahkan secara mengejutkan berhenti sama sekali. Karena, penulis tidak bisa dilepaskan dari bagian dakwah itu sendiri, sehingga menulis dikategorikan sebagai dakwah bil qolam (berdakwah dengan pena). Apa yang menjadi penyebab futur di sini? Saya mengikuti pendapat Imam Al-Ghazali. Beliau menyebutkan tiga penyebab timbulnya penyakit futur ini: Pertama, tidak memiliki kekuatan aqidah dan iman. Kedua, tidak jelasnya tujuan suatu pekerjaan. Ketiga, tidak adanya kecocokan antara pekerjaan dengan kemauannya.

Mari kita dalami satu persatu tiga penyebab tersebut. Pertama, tidak memiliki kekuatan aqidah dan iman. Orang seperti ini hanya mengharapkan imbalan materi duniawi seperti pujian, sanjungan, uang, harta, dan jabatan. Ketika tidak mendapatkannya, tiba-tiba saja dia berhenti, kecewa, atau bahkan melepaskan begitu saja proses panjang yang telah dilaluinya. Kita boleh berharap tulisan kita mendapatkan honor, royalti atau hadiah, tapi semua itu harus dibawah kendali iman. Bila kita tidak mendapatkan materi tersebut, semoga saja dapat memberi manfaat khususnya untuk diri penulis sendiri, sehingga penulis mendapat pahala dari apa yang diniatkannya itu. Karena, sudah semestinya setiap kali selesai menulis kita harus lebih baik daripada sebelumnya. Entah lebih baik amalan kita, lebih sistematis pemikiran kita, lebih tertata kata-kata kita, dan sebagainya. Harus selalu diingat, jika kita berniat karena Allah, niscaya Allah tidak akan menyia-nyiakan kita, walaupun kita tidak merasa mendapatkan apa-apa hari ini, tapi bisa jadi esok atau mungkin saja nikmat tersebut tidak kita rasakan secara langsung hari ini.

Kedua, tidak jelasnya tujuan pekerjaan. Apa yang ingin kita capai dari kegiatan tulis-menulis? Tujuan besar apakah yang ada dalam benak kita ketika akan menulis? Apakah sekedar mencari popularitas ataukah untuk tujuan yang lebih mulia? Apakah hanya sekedar mengisi waktu luang atau sebagai pekerjaa utama kita? Alangkah baiknya tujuan itu kita tulis dan tempel di dinding sebagai pengingat kita ketika lalai dan lemah semangat. Semakin mulia dan jelas sebuah tujuan, semakin kuat pula memotivasi kita dalam menulis.

Ketiga, tidak adanya kecocokan antara pekerjaan dengan kemauan. Saya mengistilahkan poin ini dengan istilah AMBak atau Apa Manfaatnya Bagiku. Kekuatan AMBak ini dapat memberikan sinergisitas antara pekerjaan dengan kemauan. Biasanya, karena tidak mengetahui manfaat besar yang terkandung di dalam sebuah pekerjaan, maka kemauan kita dalam melakukan pekerjaan tersebut akan rendah. Sebelum mulai menulis, bertanyalah kepada hati kita sendiri, Apa Manfaatnya Bagiku? Kekuatan kemauan menghasilkan kekuatan fokus. Apalagi kemauan itu benar-benar muncul di dalam hati, maka hasilnya akan lebih dahsyat lagi.

Jika penyakit futur ini telah menimpa para penulis yang mengajarkan kebaikan dan menyeru umat untuk menjauhi kejahatan, sudah tidak bergairah, kemalasan telah berkembang dalam bentuk dan alasan yang bermacam-macam, maka media akan diisi dengan tulisan-tulisan yang tidak bermanfaat, menyeru pada kerusakan, orang-orang yang sekedar mencari popularitas, dan sebagainya. Kita khawatir cepat atau lambat hukum dan sunnatullah atas umat-umat di dunia ini akan berlaku juga pada kita, atau anak cucu kita.

Rasulullah Saw. bersabda, ?Demi dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya. Hendaklah kalian menyeru kepada yang ma?ruf dan mencegah dari yang mungkar. Jika tidak, maka Allah akan mengirimkan azabnya kepada kalian. Kemudian kalian memohon kepada Allah (agar azab tersebut dihilangkan) namun Dia tidak akan mengabulkan permintaan kalian itu.? (HR. Tirmidzi).

dikutip dari http://penerbitbukujabal.com/read/25-bahaya_penyakit_futur_bagi_penulis

Pendidikan Seorang Muslim Harus Dimulai dari Al-Qur'an


Oleh Chandra Kurniawan

Orang-orang salaf pada zaman dulu, jika mempunyai anak, mereka mengajari anak-anak mereka dengan menghafal Al-Quran dan mendengarkan hadits. Jadilah iman anak-anak itu kokoh dan kuat. Akan tetapi, kini manusia tidak lagi demikian. Anak-anaknya banyaknya disibukkan dengan ilmu-ilmu orang kuno dan menjauhi hadits Rasulullah. (Imam Ibnu Al-Jauzy)

Bila kita melihat adik-adik kecil kita yang masih bersekolah di TK sampai Sekolah Dasar, mereka disibukkan dengan pelajaran-pelajaran yang berbau Logis-Matematis-Linguistik. Mereka dituntut untuk pandai berhitung dan membaca. Seolah-olah keduanya menjadi kewajiban yang harus diraih terlebih dahulu agar sang anak memperoleh kesuksesan dan kebahagiaan di dunia. Karena sudah di mindset seperti ini, orangtua pun menyalahkan anaknya yang nilai Logis-Matematis-Linguistiknya jelek.

Mungkin akan ada yang bertanya, apakah tidak boleh mempelajari pelajaran Logis-Matematis-Linguistik? Tentu saja boleh. Hanya saja seharusnya orangtua lebih mengarahkan dan memprioritaskan anak-anak mereka dengan pelajaran-pelajaran dasar keimanan dan keislaman, seperti membaca dan menghafal Al-Quran dan Al-Hadits.

Mengapa harus membaca dan menghafal Al-Quran dan Al-Hadits? Bila mempelajari Al-Quran dan Al-Hadits di saat kecil, kita akan lebih mudah menghafalnya dibanding ketika kita sudah dewasa dan tua. Karena masa anak-anak tidak disibukkan dengan mencari nafkah dan pekerjaan-pekerjaan berat lainnya seperti yang dilakukan orangtua mereka.

Kedua, Al-Quran adalah petunjuk hidup orang-orang beriman yang mengantarkannya kepada jalan keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Bila kita sudah mampu membaca dan menghafalnya, berarti kita sudah mampu melangkah pada tahap berikutnya, yaitu memilah-milah mana yang baik dan mana yang buruk untuk kita. Syaikh Muhammad Khair Ramadhan dalam bukunya ?"Petuah-Petuah Luqmanul Hakim" mengatakan bahwa salah satu pintu meraih hikmah adalah dengan menghafal Al-Qur'an. Karena hanya dengan menghafalnya, kita akan selalu diingatkan dengan apa yang kita hafal itu. Misalnya, ketika sehabis shalat kemudian ada keinginan berbuat maksiat, sebuah ayat Al-Quran mengingatkannya, "Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar." (QS. Al-Ankabut: 45) Lalu dia menyadari akibat yang akan ditimbulkannya bila dia melakukan kemaksiatan itu. Kemudian dia menjauhi kemaksiatan itu.

Atau ketika hati sedang gelisah, kita teringat dengan ayat, "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28) Maka, kita pun mulai mengingat Allah.

Atau ketika mulai timbul malas dalam belajar, kita diingatkan oleh kisah tentang Thalut, "Nabi mereka mengatakan kepada mereka: 'Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu'. Mereka menjawab: 'Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?' Nabi (mereka) berkata: 'Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa'. Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.' (QS. Al-Baqarah: 247) Ternyata untuk menjadi seorang pemimpin harus rajin belajar dan berolahraga.

Dan seterusnya. Ayat-ayat Allah datang mengingatkan kita. Begitupun bila kita malas beramal saleh, maka Allah memberikan kabar gembira kepada kita dengan surga dan kenikmatan-kenikmatan lainnya apabila kita rajin beramal. Kemudian tumbuhlah semangat kita dalam beramal. Imam Syafi'i pernah berkata, 'Ilmu mendorong kita beramal'.

Rasulullah Saw. bersabda, "Didiklah anak-anakmu dengan tiga hal: mencintai Nabimu, mencintai keluarganya dan membaca Al-Quran. Sebab, orang-orang yang ahli Al-Quran itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari tidak ada perlindungan selain daripada perlindungan-Nya beserta para Nabi dan orang-orang yang disucikan-Nya." (HR. Thabrani)

Dr. Abdullah Nashih Ulwan menjelaskan kandungan hadits ini dalam buku Tarbiyatul Aulad fil Islam jilid 1, "Rahasianya adalah agar anak-anak mampu meneladani perjalanan hidup orang-orang terdahulu, baik mengenai gerakan, kepahlawanan maupun jihad mereka; agar mereka juga memiliki keterkaitan sejarah, baik perasaan maupun kejayaannya; dan juga agar mereka terikat dengan Al-Quran baik semangat, metode maupun bacaannya."

Salah seorang sahabat Nabi yang bernama Sa'ad bin Abi Waqqash juga berkata, "Kami mengajar anak-anak kami tentang peperangan Rasulullah Saw. sebagaimana kami mengajarkan surah Al-Quran kepada mereka."

Filsuf muslim kenamaan, Imam Al-Ghazali di dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin, memberikan wasiat sebagai berikut, "Dengan mengajarkan Al-Quran Al-Karim kepada anak-anak, hadits-hadits, hikayat orang-orang baik, kemudian beberapa hukum agama."

Sejarawan terkemuka, Imam Ibnu Khaldun, di dalam Muqadimah-nya, mengisyaratkan akan pentingnya mengajarkan dan menghafalkan Al-Quran kepada anak-anak. Ia juga menjelaskan bahwa pengajaran Al-Quran merupakan dasar bagi seluruh kurikulum sekolah di berbagai dunia Islam. Sebab, Al-Quran merupakan salah satu syiar agama yang dapat menguatkan akidah dan keimanan.

Ahli kedokteran muslim terkemuka, Ibnu Sina, dalam buku As-Siyasah memberikan nasihat agar seorang anak sejak kecil sudah mulai diajari Al-Quran. Hal ini dimaksudkan agar ia mampu menyerap bahasa Al-Quran serta tertanam dalam hati mereka ajaran-ajaran tentang keimanan.

Lihatlah, mereka merasa bangga anak-anak mereka mampu menguasai Al-Quran dan Al-Hadits. Tapi, sekarang, banyak orangtua yang merasa malu bila anak-anak mereka lebih memilih belajar ilmu Al-Quran dan Al-Hadits di Pesantren atau sekolah-sekolah Islam.

Tidaklah mengherankan bila generasi Islam saat ini selain tidak mengenal agamanya, tidak pula meraih kemajuan dan kejayaan yang mereka impi-impikan. Sedangkan generasi di masa keemasan Islam, mereka dapat meraih kemajuan baik di bidang duniawi maupun ukhrowi. Karena mereka dekat dengan Al-Quran dan Al-Hadits. Orangtua di masa itu mengantarkan anak-anaknya untuk mempelajari Al-Quran dan As-Sunnah. Setelah basic mereka cukup kuat dan kemampuan dasar mereka terpenuhi, para orangtua itu membebaskan anak-anaknya untuk mempelajari ilmu pengetahuan lainnya yang bermanfaat. Justru dengan Al-Quran dan As-Sunnah itu semakin mendorong mereka untuk lebih tekun mempelajari ilmu pengetahuan. Tidaklah mengherankan bila banyak kita temukan para ilmuwan muslim menguasai beragam ilmu pengetahuan mulai dari ilmu agama, ilmu sastra, ilmu sosial hingga eksak.

Oleh karena itu, masa keemasan Islam tidak bisa dilepaskan dari pendidikan Al-Quran dan As-Sunnah. Sebagaimana hasil penelitian Dr. Osman Bakar -- filsuf dan ilmuwan Malaysia -- dalam bukunya yang berjudul Tauhid dan Sains, "Tak diragukan bahwa, secara relijius dan historis, asal-usul dan perkembangan semangat ilmiah dalam Islam berbeda dari asal-usul dan perkembangan hal yang sama di Barat. Tak ada yang lebih baik dalam mengilustrasikan sumber relijius semangat ilmiah dalam Islam ini daripada fakta bahwa semangat ini pertama kali terlihat dalam ilmu-ilmu agama."

dikutip dari http://penerbitbukujabal.com/read/26-pendidikan_seorang_muslim_harus_dimulai_dari_al-quran_

Ketika Naskah Ditolak Penerbit


​Oleh Chandra Kurniawan

Beberapa waktu yang lalu naskah buku saya ditolak oleh sebuah penerbit. Ini bukan kali pertama naskah saya ditolak. Memang, ada perasaan sedih. Bagaimana tidak? Sudah bertahun-tahun saya menulis naskah buku itu, tapi hasilnya mengecewakan saya. Artikel saya juga pernah ditolak belasan kali oleh sebuah surat kabar.

Saya sempat berpikir untuk berhenti menjadi penulis. Tapi kemudian saya merenungkan kembali, apakah itu keputusan yang terbaik atau hanya emosi sesaat?

Saya kemudian berkaca pada para penulis terkenal yang karya-karya mereka beberapa kali ditolak oleh penerbit. Bukan hanya dua atau tiga kali, bahkan sampai ratusan kali. Apa yang terjadi? Mungkin mereka sempat merasa putus asa. Tapi perasaan itu tidak lama. Yang mereka lakukan adalah kembali menulis dan menulis, dengan perasaan yang lebih segar dan cara yang lebih baik. Hasil karya mereka adalah paduan antara akal dan hati, logika dan perasaan, hafalan dan intuisi, sehingga jika orang bertanya kepada mereka apa yang mereka tulis, mereka akan menjelaskannya dengan gamblang, karena merekalah yang menulis buku itu. Mereka merasa memiliki hasil karya mereka sendiri. Tidak heran ada yang menuntut orang yang menjiplak hasil karyanya, dengan hukuman pidana atau perdata. Karena si plagiator ibarat seorang perampok yang merampas harta miliknya yang sangat berharga.

Berbeda dengan mereka yang menjiplak hasil karya orang lain. Ketika di baca, tulisannya tampak hambar, malas sekali membacanya karena toh hasil karya orang lain. Mereka tidak mampu menjelaskannya dengan baik dan berusaha keras mengingat-ingat isi bukunya. Karena mereka menulis hanya dengan dengan main comot sana comot sini. Tulisan mereka kering. Mungkin saja mereka mendapat uang dari cara itu, tapi itu tidak akan bertahan lama. Jika Allah membongkar aib mereka di depan umum, maka segalanya akan berakhir. Allah bisa saja menggunakan cara lain, seperti menyempitkan pintu rezekinya sehingga hasil karyanya tidak laku dipasaran.

Mungkin kita perlu memperhatikan fakta-fakta berikut ini, yang saya kutip dari artikel Wilson Nadeak yang di muat Surat Kabar Pikiran Rakyat:

Konon, seorang pengarang terkenal, yang dibesarkan di Tiongkok, namanya Pearl S. Buck, menulis naskah The Good Earth (Tanah yang Baik) dan mengirimkannya ke penerbit. Malang baginya, naskah itu ditolak. Mungkin ia memperbaiki kembali naskahnya dan mengirimkannya ke penerbit lain, tetapi tidak lama kemudian, naskah itu kembali. Ia tidak putus asa, ia terus mencoba sampai empat belas kali! Empat belas kali! Setelah itu, ia mengirimkannya ke penerbit lain, dan untunglah penerbit itu mau menerbitkannya. Setelah beredar, buku itu mendapat hadiah tertinggi di Amerika Serikat, hadiah Pulitzer Prize.

Norman Mailer mengirimkan karangannya yang kemudian terkenal The Naked and the Dead, (Yang Mati Telanjang) ditlak dua belas kali sebelum berhasil diterbitkan. Patrick Dennis dengan novelnya yang berjudul Auntie Mame (Tante Mame) yang bersifat autobiografis itu, beredar-edar lima tahun dalam bentuk naskah di lorong-lorong penerbit yang menolaknya, sampai ia menemukan penerbit yang kelima belas yang bersedia menerbitkannya. Richard Bach mengalami penolakan dua puluhkali sebelum bukunya yang kemudian terkenal dan beredar jutaan eksemplar, Jonathan Livingston Seagul. Joseph Heller memberi judul kepada naskahnya Catch-22 karena naskah tersebut ditolak sekian puluh kali, sehingga penerbit Doubleday bertanya mengapa diberi judul seperti itu. Heller menerangkan bahwa penerbit Doubleday adalah penerbit yangke-22 yang dihubunginya yang mau menerbitkan naskah tersebut! Dua puluh satu penerbit yang dihubunginya lebih dahulu menolaknya. Namun, kemudian buku itu beredar 10 juta eksemplar, sukses yang luar biasa!

Mary Higgins mengalami penolakan 40 kali. Sesudah itu naskahnya diterbitkan 30 juta eksemplar, padahal sebelumnmya editor yang menolak memberi komentar atas naskah tersebut: ringan, kurang berbobot dan membosankan! Yang lebih mengherankan lagi, pengarang populer Alex Haley, dengan naskahnya Roots (Asal-usul), ditolak 200 kali sebelum terbit. Robert Pirsig dengan bukunya yang terkenal Zen and the Art of Motorcycle Maintenance terbit pada penerbit yang ke-21. Ia mengalami penolakan naskah sampai 120kali! Novel pertama John Grisham, A Time to Kill (Saat untuk Membunuh) ditolak penerbitlima belas kali dan oleh biro naskah tiga puluh! Setelah terbit, buku itu diterbitkan 60 juta eksemplar!

Tiga puluh tiga penerbit menolak naskah Chiken Soup for the Soulyang dikumpulkan oleh Jack Canfield dan Mark Victor Hansen. Nyatanya, setelah buku itu terbit, menjadi buku terlaris dan bahkan menjadi buku yang berseri. Penerbit Indonesia pun tertarik menerbitkannya dan mendapat sambutan khalayak pembaca! Buku Baltimore Sun yang berjudul Naked in Deccan selama lebih tujuh tahun ditolak oleh 375 penerbit, setelah terbit buku tersebut dinilai "klasik" dari segi mutunya dan diterima orang banyak.

Pengalaman pengarang Amerika terkenal F.Scott Fitzgerald agak lucu. Pacarnya, Zelda tidak mau menikah dengannya sebelum ada karangannya yang terjual. Ia menempeli dinding kamarnya dengan slip (kertas) penolakan naskah dari berbagai penerbit, sebelum ia memenangkan hati pacarnya.

Buku pertama karangan Dr.Seuss ditolak oleh editor 24 kali. Setelah naskahnya berhasil diterbitkan, buku anak-anak itu beredar 100 juta eksemplar! Louis L'Amour menerima surat penolakan naskah 200 kali atas naskah novelnya yang pertama. Namun, setelah terbit selama 40 tahun, penerbit Bantam telah menjual hampir 200 juta dari buku karangannya, yang menempatkannya sebagai pengarang yang tetap bertahan selaku pengarang paling laris.

Jika Anda mengunjungi tempat tinggal Jack London di Sonoma County, San Francisco, Anda akan melihat 600 surat penolakan naskah sebelum ia berhasil menerbitkan karangannya yang pertama. Rekor yang tercatat paling tinggi penolakan naskah dialami oleh pengarang Inggris, John Creasy, menerima penolakan naskah sebanyak 774 kali sebelum karyanya yang pertama berhasil dijual. Ia menulis buku kemudian sebanyak 564 judul dengan menggunakan nama 14 buah nama!

Jadi? Jangan berputus asa! Allah tidak akan menyia-nyiakan hasil kerja keras kita jika kita ingin terus belajar dan belajar. Jika satu kali gagal, belajar lagi. Jika dua kali gagal, introspeksi mengapa bisa gagal. Jika tiga kali gagal, bagian-bagian mana yang bisa diperbaiki. Dan seterusnya, tiada hari tanpa belajar, hingga kita menemukan format yang terbaik. Kegagalan bukanlah kegagalan. Tetapi kegagalan adalah awal dari kesuksesan. Jika kita gagal hari ini, bisa jadi esok hari kita akan sukses, seperti yang terjadi pada penulis-penulis terkenal di atas. Selamat menulis kembali!

dikutip dari

http://penerbitbukujabal.com/read/23-ketika_naskah_ditolak_penerbit

Gaya Berpacaran yang Sehat (Humor 17+)

Pergaulan remaja jaman sekarang memang cenderung mengkhawatirkan, salah satunya adalah masalah seputar pacar memacar. Dukungan media dengan minimnya bimbingan dan pengawasan orang tua ditambah dengan rasa ingin tahu khas anak muda menambah krusial masalah satu ini. Bicara mengenai gaya berpacaran, saya coba share beberapa tips ni buat kamu yang masih dalam usia yang pantes buat pacar memacar tadi. Buat yang sudah kelewat..ya nggak papalah..minimal buat mengingat kembali, masa-masa yang penuh ceria dengan canda tawa pada jaman dahulu kala…hhahaha…

Bagi yang sudah terlanjur punya pacar, sehingga mau nggak mau musti pacaran..hihihi… atau buat kamu yang butuh referensi untuk memasuki dunia pacaran, atau pun yang sudah pernah pacaran, kita coba simak yuk gimana sih tips gaya berpacaran yang sehat itu. Tips ini bisa buat cowok atau pun cewek lho..

  1. Untuk menunjukkan rasa sayang pada sang pacar, katanya diwujudkan dalam bentuk ciuman, katanya lho.. Nah, kalo’ pacar kamu sudah mulai minta yang namanya ciuman, apalagi pengen nyobain french kiss, coba tips ini. Sebelum melakukan ritual tersebut, minta pacar kamu untuk gosok gigi dulu, pasti akan lebih sehat tentunya kan..? gosok gigi sehabis makan aja bikin gigi dan gusi tambah sehat, apalagi setiap kali pengen ciuman….woow..bakalan sehat lahir batin dah…hehehe..
  2. Begitu mengenal dunia pacar memacar, biasanya akan tergoda untuk pengen meraba-raba area sensitif sang pacar. Nah, untuk mengantisipasi hal ini dan tetap terjaga secara higienis dari kuman penyakit, pastikan pacar kamu cuci tangan yang bersih sebelum melakukannya. Apalagi kalo’ sang pacar doyan makan gorengan…wuiihh…minyaknya kan kotor tuh..nggak sehat kan..? hehe..
  3. Masih seputar urusan raba-meraba dan pegang memegang. Kalo’ pacar kamu terlalu agresif main fisik penuh tenaga untuk pegang memegang, segera siapkan barbel. Berpacaran sambil megang barbel, apalagi angkat besi tentunya bisa bikin badan sehat, tambah stamina, selalu prima dan tentunya tambah berotot..hehe..
  4. Buat pemula dalam urusan pacaran, biasanya sih malu-malu kucing. Tapi lama kelamaan mulai deh, mata melotot kemana-mana pengen menikmati yang nikmat tentunya..hehe… Nah, kalo’ pacar kamu mulai menunjukkan gelagat suka jelalatan gitu, coba deh siapkan wortel sebagai menu lalapannya. Wortel yang kaya vitamin A, dijamin akan membuat mata semakin sehat bersinar seperti kelinci..hihihi…
  5. Tips berikutnya khusus buat cowok ni. Kalo’ cewek pacar kamu mulai menggoda dengan posisi telentang menggairahkan, biasanya susah sekali untuk mengendalikan diri. Coba deh tips yang satu ini, segera persiapkan kuda-kuda kamu, ambil posisi push up, lakuka berulang-ulang sampai minimal naik turun 100 kali, niscaya keringat akan mengucur deras dan ngos-ngosan…tapi tetep..yang penting sehat kan..? hehehe…
  6. Bagi yang sudah mulai berpengalaman, biasanya mulai minta lebih pada sang pacar. Seringkali coba ngeles ketika diminta oleh sang pacar untuk tetap berpacaran dengan sehat. Ok lah…gaya pacaran biar tetep sehat dan sempurna, coba kasih sang pacar untuk minum susu. Tentunya sesuai dengan slogan setelah 4 sehat, 5 sempurnanya dengan minum susu kan..? hehehe…
  7. Tips berikutnya kalo’ sang pacar memaksa untuk berbuat lebih jauh lagi…misalnya pergi keluar kota..atau lebih jauh lagi keluar negeri..halah…hihiihi.. Maksudnya pengen begituan di siang bolong, segera ajak pacar naek ke atas genteng, buka baju masing-masing, dijamin bakalan mandi keringat kepanasan…hahhaaha…tapi kan yang penting sehat, semakin banyak keringat keluar artinya semakin banyak lemak yang terbakar..sehat donk..hehehe…
  8. Tips yang terakhir, kalo’ sudah berpengalaman lebih jauh lagi, biasanya pengen nyoba berbagai macam gaya. Sebelum mengajari pacar gaya bebas, coba ajari lebih dulu gaya dada kemudian gaya punggung, baru setelah itu gaya kupu-kupu yang paling butuh banyak energi, pacaran sambil berenang dengan berbagai macam gaya tentu akan membuat tubuh semakin sehat kan..hahaha…

Gimana kira-kira tips gaya berpacaran yang sehat di atas..?? mau coba mempraktekkan..? atau mungkin ada yang punya tips yang lebih sehat lagi..? silahkan tambah point-point di atas…saya tunggu minimal dapat 69 tips gaya sehat berpacaran…hahhahaaha…

*jangan dimasukkan ke dalam hati, cukup masuk telinga kanan keluar lewat hidung..hehe..don’t try this at home…piss ahh..

diambil dari http://muda.kompasiana.com/2012/04/08/gaya-berpacaran-yang-sehat-humor-17/

Prosedur Penerbitan Naskah di GIP

KETENTUAN PENERIMAAN NASKAH PENULISAN
A. Ketentuan Umum
Gema Insani menerima semua jenis naskah yang kemudian akan dinilai kelayakan terbitnya.
Isinya tidak menyimpang dari Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Naskah asli atau terjemahan.
Kirim via pos ke alamat Gema Insani (1) Jalan Kalibata Utara II no. 84, Jakarta 12740, atau (2) Jalan Ir. H. Juanda (jalan baru Gas Alam), Depok Timur 16418.
Kirim via e-mail (untuk naskah umum/dewasa) ke alamat: (1) gipnet@indosat.net.id, (2) penerbitgip@telkom.net
Kirim via e-mail (untuk naskah anak) ke alamat: (1) gip_anak@yahoo.com
Kirim via e-mail (untuk naskah remaja) ke alamat: (1) gip_remaja@yahoo.com
Kirim via e-mail (untuk naskah wanita–keluarga) ke alamat: (1) gip_wanita@yahoo.com
Kirim via e-mail ke Prestasi (kelompok GIP): (1) gip_prestasi@yahoo.com
Naskah yang sudah masuk tidak akan dikembalikan.
B. Ketentuan Khusus
1. Naskah Asli
Dapat berupa outline tulisan atau tulisan yang sudah lengkap.
Jika berupa outline, sertakan sinopsis tulisan, daftar isi yang lengkap (bab dan subbabnya).
Jelaskan jenis kajian/bidang pembahasan dari tulisan; apakah politik, ekonomi, sosial, fiqih, ibadah, akidah, dakwah-harakah, manajemen, parenting, wanita, atau keluarga.
Jelaskan selling point naskah tersebut. Apa yang membedakannya dari buku-buku yang lain.
Sertakan data lengkap penulis (alamat, no. telepon, e-mail, hp, fax, no. rekening, juga biografi ringkas yang berkaitan dengan biodata, aktivitas, karya yang dihasilkan dan diterbitkan).
Jelaskan segmentasi tulisan (anak, remaja, dewasa/umum, wanita, keluarga).
Jika via pos, harap mengirimkan kopian naskahnya saja.
2. Naskah Terjemahan
Dapat berupa outline terjemahan atau terjemahan yang sudah lengkap.
Jika berupa outline, sertakan data yang lengkap dari buku asli (judul asli, judul terjemahan, penulis, penerbit, tahun terbit, sinopsis naskah, daftar isi yang lengkap [bab dan subbabnya], jumlah halaman, ukuran buku sampul buku [soft cover atau hard cover]).
Jelaskan jenis kajian/bidang pembahasan dari naskah yang diajukan; apakah politik, ekonomi, sosial, fiqih, ibadah, akidah, dakwah-harakah, manajemen, parenting, wanita, atau keluarga.
Jelaskan selling point buku tersebut. Apa yang membedakannya dari buku-buku yang lain.
Sertakan biografi ringkas penulisnya yang berkaitan dengan biodata, aktivitas, karya yang dihasilkan dan diterbitkan.
Sertakan data lengkap penerjemah (alamat, no. telepon, e-mail, hp, fax, no. rekening, juga biografi ringkas penerjemah yang berkaitan dengan biodata, aktivitas, karya yang dihasilkan dan diterbitkan).
Jelaskan segmentasi tulisan (anak, remaja, dewasa/umum, wanita, keluarga).
Jika via pos, harap mengirimkan kopian naskahnya saja.
C. Lain-Lain
Semua naskah kami nilai kurang lebih selama satu bulan.
Kami akan mengabari hasil penilaian itu (diterima atau tidak) melalui telepon, e-mail, sms, surat, dan fax.
Jika setelah satu bulan penilaian kami belum menghubungi, penulis atau penerjemah dapat menghubungi kami.
Kami juga menerima kerja sama penerbitan dengan lembaga mana pun yang tentu saja harus melalui proses penilaian naskah terlebih dahulu. Mengenai bentuk kerja sama penerbitannya dapat dibicarakan kemudian.
KETENTUAN PENERIMAAN NASKAH MULTIMEDIA
DAN PRODUK PENUNJANG
Bagian Penerbitan Produk Penunjang dan Multimedia
Menerbitkan produk-produk Islami diluar buku, seperti kalender, poster, notes, agenda muslim, sticker, MP3, Film (VCD, DVD, dll), kaset, Islamic software, animasi dan produk penunjang lainnya diluar buku pada umumnya.
Ketentuan:
Dapat berupa naskah atau produk jadi siap cetak/digand.
Siap di presentasikan dan sekaligus juga memberikan penjelasan selling produk tersebut dibandingkan dengan produk sejenis yang lain.
Dapat menjelaskan segmentasi tulisan atau produk tersebut
Sertakan data penulis lengkap (alamat, no. telepon, no. HP, e-mail, nomor rekening, no. Fax serta biografi penulis lengkap dengan aktivitasnya sekarang).
Jika via pos harap kirimkan kopian naskahnya.
Tenggang waktu penilaian selama 1 bulan setelah diberikan.
Materi untuk produk penunjang bisa dikirim via pos, e-mail; gip_penunjang@yahoo.com, atau datang langsung ke gedung GEMA INSANI Depok.
Sumber: website GIP

alasan self publishing

7 Alasan Self Publising
Profesi penulis di negara kita belum terlalu dihargai dan belum bisa dijadikan pendapatan tetap, tidak sebagaimana di negara-negara maju. Seorang penulis di Barat semisal J.K. Rowling bisa mengumpulkan kekayaan hingga triliunan rupiah hanya dari hasil menulis. Sementara di negara kita, seperti itu masih sekadar mimpi semata. Pihak yang paling menangguk untung paling besar dari sebuah buku biasanya adalah distributor buku ataupun penerbit. Penulis hanya mendapat ampasnya. Maka penulis yang ingin berpenghasilan lebih mau tidak mau harus bisa menjual bukunya sendiri dan perlu menerbitkan karyanya secara self-publishing. Adapun alasan kenapa penulis perlu menerbitkan karyanya sendiri adalah sebagai berikut:
1. Bebas berekspresi
Ketika naskah sudah digarap oleh penerbit, terkadang ada hal-hal yang harus dipotong dan disesuaikan dengan standar penerbit. Misalnya jika penerbit menghendaki pola pikir yang pro pasar, sementara penulis punya idealis yang tidak terlalu mempertimbangkan apakah pasar akan menerimanya atau tidak. Maka dengan self publising, penulis lebih bebas mengekspresikan tulisannya tanpa ada campur tangan pihak lain.
2. Tidak bergantung pada pihak lain
Bagi penulis yang belum punya nama, biasanya akan dipandang sebelah mata oleh penerbit. Apalagi jika karyanya adalah karya yang pertama, sementara dia belum punya nama, pasti penerbit akan berpikir seribu kali untuk menerbitkan naskah tersebut. Meskipun menurut penulis, naskahnya berpotensi meledak. Dengan adanya self publising, penulis langsung bisa menerbitkan karyanya tanpa harus bergantung pada “belas kasihan” penerbit.
3. Tidak menunggu keputusan pihak lain
Hal yang paling menjengkelkan dalam hidup ini adalah menunggu dan menunggu. Apalagi jika menunggu atas sesuatu yang belum tentu. Ketika penulis mengajukan naskahnya ke penerbit, biasanya diberi janji untuk menghubungi kembali sebulan kemudian. Dan, kadang sebulan pun belum ada jawaban dari penerbit dengan alasan ini dan itu. Sementara penulis “dipaksa” dengan setia menunggu putusan penerbit. Jika jawabannya, naskah Anda diterima, tentu kebosanan rasa bosan menunggu hilang sudah. Akan tetapi jika jawabannya, naskah Anda tidak bisa kami terbitkan dengan alasan ini dan itu. Sungguh menyakitkan!
4. Mendapat pengalaman berharga
Memang menerbitkan naskah sendiri tantangan yang dihadapi lebih berat daripada naskah diterbitkan penerbit. Mulai dari menggarap naskah sendiri, mengedit sendiri, melay out sendiri, mencari percetakan sendiri, hingga menjual sendiri, merupakan kerja yang melelahkan. Namun setiap tetesan keringat yang terkucur punya nilai tersendiri karena Anda punya pengalaman yang sangat berharga. Pengalaman yang tidak akan didapatkan dari membaca buku, dari cerita orang lain, bahkan dari nasehat orang bijak sekalipun. Dengan pengalaman itulah seseorang akan terasah jiwanya menghadapi segala tantangan.
5. Kepuasan tiada tara
Ketika naskah self publising sudah benar-benar menjadi buku, perasaan puas tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Seperti tersadar dari mimpi Anda akan berucap, benarkah aku bisa melakukan ini? Benarkah ini adalah karyaku? Sungguh aku tidak bisa menyangka bisa melakukan seperti ini. Setiap lembar buku yang Anda buka, terbayang tetes-tetes keringat yang mengiringi naskah tulisan hingga menjadi buku. Dan yang namanya kepuasan tidak bisa dinilai dengan uang!
6. Gengsi tersendiri
Ketika buku sudah jadi, dan Anda menawarkan kepada orang lain, ada gengsi tersendiri. Ternyata Anda tidak hanya bisa menjual ide yang masih abstrak, tetapi dapat juga menjual buku yang ditulis dalam bentuk riil. Anda tidak bergantung pada orang lain merupakan suatu nilai plus tersendiri. Bahkan ketika bersama kawan-kawan Anda bisa berseru, “Yess, aku bisa!”
7. Keuntungan materi lebih besar
Jika penulis yang menyerahkan naskahnya kepada penerbit hanya mendapatkan royalti yang tidak seberapa, maka yang Anda dapatkan dengan self publising jauh lebih besar lagi. Sebagai simulasi, harga buku Rp. 50.000, jika Anda menyerahkan kepada penerbit, paling-paling dapat royalti antara 5%-15%. Berarti Anda hanya dapat Rp. 2500-7500 per buku. Tapi dengan self publishing, Anda hanya menyisihkan 25% untuk ongkos cetak dan biaya produksi lainnya. Sedangkan yang 75% adalah milik Anda. Artinya Anda akan mengantongi Rp. 37500 per buku. Angka itu setara dengan 10 kali lipat royalti yang akan Anda dapatkan jika menyerahkan naskah ke penerbit. Jadi, tunggu apalagi, sudah saatnya penulis seratus persen mandiri, menggarap naskah dan menjualnya sendiri. Selamat meniti tangga sukses!


tips membuat resensi

Berikut adalah cara membuat resensi buku yang penulis ringkas dari ”How To Write A Book Report”, karya Myrna Friend, Erindale Campus Library, University of Toronto. Cara ini sudah diterima secara internasional.
1) Memberi informasi bibliografi buku, seperti : nama penulis/pengarang, judul lengkap, editor (jika ada), tempat ( kota ) penerbit, penerbit, bulan atau tahun terbit dan jumlah halaman (ditambah romawi).
2) Bandingkan materi tulisan dengan keadaan sekarang, apakah sesuai untuk zaman sekarang?Deskripsikan penulis/pengarang: latar belakangnya, pekerjaan, reputasi, dll.
3) Apakah hal-hal atau keadaan yang penting ada hubungannya dengan buku tersebut? Apa sumber materi penulis?
4) Jenis buku (sejarah, biografi, kritik tulisan orang lain/literacy critism, sastra, dll) apa yang kita resensi?
5) Jelaskan tujuan penulis dalam menulis buku yang kita resensi dan terangkan batasan tulisannya dengan tema. Apakah buku tersebut mengusung tema populer? Apa hasil survei? Untuk siapa buku tersebut ditulis, apa ditulis untuk kaum pelajar, masyarakat awam, dll?
6) Apa tema buku tersebut? Cari tema di bagian pendahuluan dan kesimpulan. Selama membaca, coba elaborasi/kaitkan dengan tema buku, apa masih berhubungan?
7) Apa asumsi penulis yang tersirat atau tersurat (jika ada) berhubungan dengan materi yang dia tulis?
8. Jelaskan struktur dari buku (daftar isi): bagian-bagian buku (seperti pendahuluan, isi, kesimpulan), apakah pembagian buku tersebut valid? Apakah appendiks, bibliografi, catatan-catatan, indeks buku tersebut berhubugan dengan isi buku?
9) Cari point utama atau konsep kunci!
10) Apa jenis data yang penulis gunakan dalam mendukung argumennya? Bagaimana dia gunakan data tersebut dalam berargumen? Apakah argumennya sesuai data?
11) Beri bagian penting dari buku dengan kutipan!
12) Apakah penulis sukses dalam mengkomunikasikan wacana atau teorinya? Apakah dia sukses dengan tujuannya? Apakah malah bias?
13) Jelaskan tujuan lain tulisan dari buku yang kita resensi. Apakah tulisannya dalam bahasa yang bakudan efektif?
14) Apakah buku tersebut berkembang dari isu atau tema penelitian?
15) Baca secara mendalam dan kritis. Alasan utama kemampuan membaca buku, yaitu: agar dapat mengikuti alur pikiran penulis, melihat hubungan di antara idenya, menghubungkan idenya dengan pengalaman kita, dan meng-evaluasinya dengan cerdas dan kritis. Membaca kritis, karena dimungkinkan ada bagian dari buku tersebut yang kontorversial dan mencari kekuatan serta kelemahannya. Bandingkan dengan teori lain yang diungkapkan oleh penulis lain dari buku lain. Pembaca yang hati-hati dapat memperhatikan hal-hal yang diperbuat penulis, seperti tema yang meloncat-loncat, bias tema, dll. Perhatikan kata atau kalimat yang tidak kita mengerti. Baca buku sampai selesai dan ikuti argumennya (dengan membacanya) sampai selesai, jangan meng-justifikasi sebelum kita selesai membaca.
16) Resensi di koran dengan jurnal ilmiah tentu berbeda. Resensi di koran biasanya berupa bedah buku dengan isi ringkasan buku, tujuan tulisan, latar belakang penulis, kesimpulan, kelemahan dan keunggulan tulisan serta kata/kalimat yang digunakan sering tidak baku atau populer dan diperuntukkan untuk masyarakat umum (contoh bisa dilihat di bagian utama website ini, resensi buku: ”Hidup sehat dengan tahajud” yang penulis kirim dan dimuat di KR). Resensi di jurnal ilmiah ditambah teori lain yang diungkapkan penulis lain dan bahasa yang digunakan bahasa baku serta untuk kalangan terbatas (biasanya terpelajar).

Itulah manfaat dan cara membuat resensi. Semoga dapat memberikan manfaat. Boleh memberikan tambahan, saran atau bertanya. Terima kasih.
Sumber : Forum Remaja Masjid Yogyakarta


Mengirim Artikel ke Media Massa

Sebagai penulis tentunya kita dituntut untuk selalu produktif dalam menghasilkan berbagai karya tulisan, baik itu yang berupa cerita fiksi, atau bahkan tulisan yang sifatnya informatif, seperti artikel mengenai cara berkebun, artikel resep masakan, maupun artikel mengenai segala hal yang berhubungan dengan teknologi, misalnya saja artikel tentang berbagai tips dan pembahasan mengenai software komputer terkini. Ingatlah bahwa tulisan kita bisa “dijual” dan bermanfaat bagi masyarakat secara luas. Tentu kita tidak ingin bahwa tulisan dan naskah karya kita hanya menumpuk begitu saja di rumah, atau bahkan di hard disk komputer kita tanpa berdaya guna apa-apa. Buat apa produktif kalau kita tidak bisa menghasilkan “uang”, sesuatu yang bisa sekedar menjadi insentif bagi kita untuk terus berkarya. Memang segala kegiatan tulis menulis tidak sepenuhnya harus melulu bersangkut paut dengan uang, namun tentunya sebagai penulis kita juga membutuhkan penghasilan untuk dapat terus “hidup” dan “eksis” melalui tulisan-tulisan kita. Honor yang kita dapat dari menulis selanjutnya bisa kita gunakan untuk berbagai keperluan riset, misalnya, atau paling tidak untuk membiayai pengeluaran “perangko” atau untuk membiayai “ongkos mengirim artikel melalui internet di warnet”. Oleh karena itulah, sedapat mungkin setiap naskah tulisan kita hendaknya berbobot, berkualitas dan bernilai “jual” sehingga bisa layak dimuat di berbagai media massa baik lingkup nasional maupun internasional.

Karena dewasa ini dunia internet sudah begitu akrab di kalangan para penulis dan banyak membantu dalam pengiriman naskah artikel dengan biaya yang lebih murah, cepat dan efisien, maka dalam artikel tips kali ini akan dimuat beberapa alamat e-mail redaksi media massa mulai dari surat kabar, tabloid hingga majalah. Semoga alamat-alamat e-mail ini cukup berguna bagi para penulis yang ingin “mengadu nasib” mengirimkan naskah-naskah artikelnya. Naskah artikel bisa dilampirkan sebagai file attachment (file lampiran) dalam e-mail yang kita kirim ke redaksi media massa. Tentunya di e-mail yang kita kirim tersebut, sebaiknya kita berikan surat pengantar yang berisikan mengenai data pribadi kita, seperti nama, alamat, pendidikan terakhir penulis, minat dan spesialisasi penulis, nomor telepon, alamat e-mail hingga nomor rekening bank untuk menampung honor dari media massa bila tulisan kita dimuat. Biasanya kita baru akan menerima respon atau konfirmasi dimuat tidaknya karya tulis kita antara 1 hingga 2 bulan semenjak tanggal pengiriman naskah artikel.

Berikut ini disajikan beberapa alamat e-mail redaksi media massa (surat kabar, tabloid dan majalah baik dalam maupun luar negeri), semoga bisa membantu Anda yang ingin mengirimkan naskah karya tulisan demi mengais rupiah atau bahkan dolar dan euro :

Surat Kabar “Berita Sore” (Indonesia) redaksi@beritasore.com
Surat Kabar “Medan Bisnis” (Indonesia) mdnbisnis@nusa.net.id
Surat Kabar “Mediator” (Indonesia) mediator@indosat.net.id
Surat Kabar “Portibi” (Indonesia) portibidnp@yahoo.com
Surat Kabar “Realitas” (Indonesia) info@realitasonline.com
Surat Kabar “Sinar Indonesia Baru” (Indonesia) redaksi@hariansib.com
Surat Kabar “Waspada” (Indonesia) waspada@indosat.net.id
Surat Kabar “Haluan” (Indonesia) ptranah@indosat.net.id
Surat Kabar “Singgalang” (Indonesia) tanbaro@indosat.net.id
Surat Kabar “Riau Mandiri” (Indonesia) mnnet@indosat.net.id
Surat Kabar “Sumatera Ekspres” (Indonesia) sumeks@plg.mega.net.id
Surat Kabar “Berita Kota” (Indonesia) berikot@vision.net.id
Surat Kabar “Bisnis Indonesia” (Indonesia) bisnis@bisnis.co.id
Surat Kabar “Seputar Indonesia” (Indonesia) redaksi@seputar-indonesia.com
Surat Kabar “Guojiri Bao” (Indonesia) Idnews@cbn.net.id
Surat Kabar “Harian Perdamaian / He Ping Ribao” (Indonesia) ynshibao@cbn.net.id
Surat Kabar “Indonesia Shang Bao” (Indonesia) indshangbao@shangbao.co.id
Surat Kabar “Lampu Merah” (Indonesia) redaksi-lamer@yahoo.com
Surat Kabar “Media Indonesia” (Indonesia) redaksi@mediaindonesia.co.id
Surat Kabar “Modal” (Indonesia) redaksi@modalonline.com
Surat Kabar “Pantura” (Indonesia) pantura@indosat.net.id
Surat Kabar “Pantau” (Indonesia) pantau@isai.or.id

Sumber : Forum Penulis Kota Malang

Mencari ISBN

Ruangan itu hanya sekitar 4 x 5 meter, namun penuh dengan komputer. Para petugas yang berseragam abu-abu sibuk mengotak-atik komputer. Tampak salah seorang lelaki dengan sopan menyodorkan foto copy halaman depan bukunya untuk mengurus ISBN bukunya yang akan diterbitkan secara self-publishing. Ratna, begitu nama petugas tersebut, dengan ramah melayani pertanyaan yang disampaikan. Sekitar 15 menit, lelaki itu duduk menunggu dan kemudian mendapat panggilan untuk menandatangni secarik kertas. Dia juga menyodorkan uang 25 ribu rupiah sebagai biaya administrasi dan ISBN bukunya pun kelar sudah. Demikianlah ilustrasi suasana di lantai 2 Perpustakaan Nasional.

Masih banyak orang yang bingung bagaimana cara mengurus ISBN. Padahal sebenarnya sangat mudah dan simple. Cukup 15 menit (kalau tidak ngantri) ISBN sudah ada di tangan. Caranya, datang langsung ke Perpustakaan Nasional Jl. Salemba Raya 28A Jakarta 10430 dan masuk ke lantai 2. Tepat di depan pintu lantai dua terletak kantor pengurusan ISBN. Kita tinggal meminta formulir dan mengisinya sesuai dengan buku yang akan diterbitkan. Selain itu, kita perlu menyodorkan foto copy halaman depan buku yang berisi back title (judul, nama penulis, nama penerbit, cetakan ke berapa), pengantar penulis/penerbit, pendahuluan bab buku, dsb. Setelah itu cukup tunggu sebentar dan kita akan diminta untuk membayar uang administrasi 25 ribu rupiah/judul buku yang diajukan.

Adapun alamat lengkap Perpustakaan Nasional adalah di Jl. Salemba Raya 28A Jakarta 10430 Kotak Pos 3624 Jakarta 10002 Telp. 021-3922669, 3922749, 3922855, 3923116, 3923867, sedangkan situsnya di www.pnri.go.id.

penerbitan buku

Ada beberapa pembaca situs ini yang menanyakan, Bagaimana cara menerbitkan buku? Bagaimana proses mendirikan penerbitan buku? Bagaimana perhitungan bisnis penerbitan buku? Dan pertanyaan lain yang serupa. Baiklah, saya akan menguraikan tentang penerbitan buku berikut kalkulasi bisnisnya.

Untuk mendirikan penerbitan buku, terlebih dahulu dilihat seberapa besar modal yang dimiliki. Jika modalnya kurang dari 50 juta, berarti yang diterbitkan adalah buku-buku yang tidak terlalu tebal (kisaran 100 – 200 halaman), dengan asumsi menerbitkan satu buku secara rutin. Selain itu, tidak perlu mengalokasikan dana untuk kantor ataupun mengangkat pegawai tetap, cukup di out sourching, yaitu mempekerjakan karyawan free lance. Sebab, jika modal segitu digunakan untuk sewa gedung dan mengangkat karyawan tetap, maka akan menghabiskan modal itu sendiri sehingga keberlangsungan usaha akan terancam.

Sebagai simulasi, jika menerbitkan buku setebal 100 halaman, maka biaya yang dibutuhkan adalah royalti penulis / fee penerjemah sebesar 1.000.000, editor 400.000, setter 250.000, dan cover 250.000, sehingga totalnya adalah 1.900.000. Jika buku dicetak sebanyak 1500 eksemplar, ongkos cetaknya sekitar 6.000.000. Kemudian ongkos kirim ke toko buku dan distributor sekitar 1.000.000. Total biaya seluruhnya adalah 8.900.000. Kita juga perlu mengaggarkan lain-lain sekitar 1.100.000 sehingga biaya untuk satu buku dengan ketebalan 100 halaman dan dicetak 1500 eksemplar adalah 10 juta rupiah.

Dengan demikian, dengan modal yang ada dapat dibuat 5 judul buku, masing-masing satu buku per bulan. Kenapa harus seperti itu? Karena ketika menerbitkan pertama kali, modal tidak langsung balik begitu saja. Jika buku itu dititipkan di Gramedia atau Gunung Agung, maka pembayarannya adalah 4 bulan setelahnya. Jadi, selama 4 bulan itu penerbit harus “berpuasa”. Jika modal hanya satu buku, maka penerbit akan sulit bertahan jika ternyata bukunya tidak langsung best-seller.

Adapun jika modalnya besar, maka penerbit bisa menggunakannya untuk sewa kantor, biaya promosi, merekrut karyawan, dll. Biaya sewa kantor tergantung lokasi penerbit berada. Jika di daerah terpencil pasti lebih murah, tapi jika di Jakarta tentu mahal. Sedangkan untuk promosi bisa lewat majalah, koran, selebaran, mengadakan bedah buku, dll. Bahkan jika modalnya lumayan, maka penerbit bisa menerbitkan dua judul atau lebih per bulan.

Lalu bagaimana dengan perhitungan bisnisnya?

Umumnya penerbit memberlakukan harga jual buku sebesar empat kali atau lima kali dari ongkos cetak. Kalau biaya cetaknya nya adalah 4.000. per buku maka harga jualnya 16 ribu atau 20.000 perbuku. Sedangkan perhitungannya adalah sebagai berikut:

20 % untuk ongkos cetak

10 % untuk royalti penulis/fee penerjemah, setting, edit, dan cover

5 % untuk transportasi

5 % untuk promosi/lain-lain

10 % untuk keuntungan penerbit

50 % untuk rabat distributor/toko buku.

Perhitungan ini tidak mesti kaku seperti di atas, semuanya tergantung dari penerbit. Misalnya jika buku diterbitkan secara self publishing, yaitu ditulis sendiri, disetting sendiri, dan dibuatkan cover sendiri, maka uang yang ada bisa dialokasikan ke promosi.

Begitu pula dengan rabat yang diberikan kepada distributor tergantung dari daya tawar penerbit. Bagi penerbit baru, biasanya diminta oleh distributor tunggal sebesar 55 %, ada juga yang 45 % atau 50 %. Sedangkan penerbit yang mapan, biasaya “pelit” dalam memberi rabat ke toko buku, angkanya sekitar 30 % sampai 40 % yang diberikan ke toko buku. Dengan demikian, semakin besar nama penerbit, maka semakin bagus daya tawarnya sehingga semakin besar pula keuntungan yang didapatkan.